Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Peraturan Rumah Tangga (PRT) Huria Kristen Indonesia (HKI)

PERATURAN RUMAH TANGGA ( PRT )
HURIA KRISTEN INDONESIA ( HKI )


BAB I
JEMAAT


PASAL 1
Pengertian dan Syarat-syarat
  • a. Pengertian Jemaat. Jemaat adalah persekutuan orang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus.
  • b. Syarat-syarat menjadi Jemaat:
    1. Sudah mempunyai anggota, sedikitnya 10 (sepuluh) Kepala Keluarga.
    2. Mengajukan permohonan tertulis kepada Pucuk Pimpinan (PP ) HKI melalui Pimpinan Resort dengan tembusan kepada Praeses.
    3. Memiliki atau ada tempat dan sarana peribadatan
    4. Memiliki Pelayan, Majelis Jemaat, dan Pimpinan Jemaat.
    5. Menerima dan mematuhi Tata Gereja, dan Peraturan-peraturan yang berlaku di HKI.
    6. Ditetapkan melalui Surat Keputusan Pucuk Pimpinan dan diresmikan oleh Ephorus
  • c. Jemaat Persiapan.
    1. Jemaat Persiapan adalah wadah persekutuan yang dipersiapkan menjadi jemaat HKI.
    2. Syarat-syarat menjadi Jemaat Persiapan:
      • a) Sudah mempunyai anggota sekurang-kurangnya 5 (lima) Kepala Keluarga.
      • b) Ada tempat peribadatan.
      • c) Dari antara anggota Jemaat Persiapan ada yang bersedia melaksanakan pelayanan peribadatan dan organisasi.
      • d) Menerima dan mematuhi Tata Gereja, Tata Ibadah dan Peraturan-peraturan yang berlaku di HKI.
      • e) Mengajukan permohonan tertulis kepada Pimpinan Resort.
      • f) Ditetapkan berdasarkan SK Pimpinan Resort, dan tembusan kepada Praeses dan Pucuk Pimpinan HKI.

PASAL 2
Anggota Jemaat
  • a. Anggota Jemaat HKI terdiri dari:
    1. Anggota Rumah Tangga, yaitu anggota yang sudah nikah
    2. Anggota Baptis, yaitu anggota yang sudah dibaptiskan, tetapi belum sidi.
    3. Anggota Sidi, yaitu anggota jemaat yang telah menerima Baptisan Kudus dan telah disidikan, tetapi belum pernah nikah.
    4. Anggota Persiapan, yaitu seseorang yang dipersiapkan untuk menerima Baptisan Kudus.
    5. Anggota Penggembalaan Khusus, yaitu anggota yang sedang menjalani penggembalaan khusus karena dikenakan Hukuman Siasat Gereja.
    6. Anggota Tamu, yaitu orang Kristen pendatang dan bertempat tinggal di rumah salah seorang anggota rumah tangga HKI dan dilaporkan kepada Majelis Jemaat dan mengikuti kebaktian dan kegiatan HKI.
  • b. Penerimaan Anggota. Setiap orang atau keluarga yang ingin masuk menjadi anggota HKI harus lebih dahulu:
    1. Mengajukan permohonan tertulis kepada Pimpinan Jemaat.
    2. Membuat pernyataan bersedia mematuhi peraturan yang berlaku di HKI.
    3. Dalam hal perpindahan keanggotaan dari jemaat HKI, yang bersangkutan harus membuktikan diri dengan surat keterangan pindah.
    4. Kalau seseorang dewasa atau keluarga yang berasal dari non-kristen ingin menjadi anggota HKI, dia atau mereka harus mengajukan permohonan dan menjalani proses Baptisan Kudus dan Sidi.
    5. Seseorang atau keluarga yang pindah dari gereja yang bukan HKI, yang belum dibaptis dan atau disidikan, wajib dibaptiskan dan atau disidikan di HKI.
    6. Mengabulkan atau menolak permohonan adalah atas keputusan rapat Majelis Jemaat bersama-sama dengan Pendeta Resort.
  • c. Keanggotaan Berakhir. Keanggotaan jemaat berakhir apabila yang bersangkutan:
    1. Meninggal dunia
    2. Dikucilkan dari gereja HKI.
    3. Pindah keanggotaan ke gereja di luar HKI.
    4. Beralih ke agama lain.
  • d. Hak Anggota Jemaat:
    1. Anggota Rumah Tangga dan Anggota Sidi berhak:
      • a) Menerima pelayanan Firman dan Sakramen.
      • b) Mengikuti Sidang Jemaat, memilih dan dipilih.
      • c) Memberikan suara, buah pikiran melalui jalur-jalur resmi sesuai dengan etika Kristen dan peraturan HKI.
    2. Anggota Baptis berhak menerima pelayanan dan pengajaran Firman Tuhan.
    3. Anggota persiapan berhak menerima pengajaran Firman Tuhan menuju pelaksanaan sakramen Baptisan kudus.
    4. Anggota penggembalaan khusus berhak menerima pelayanan firman dan penggembalaan.
    5. Anggota tamu: berhak menerima pelayanan Firman dan sakramen Perjamuan Kudus.
  • e. Kewajiban Anggota Jemaat, yaitu:
    1. Anggota jemaat wajib menghayati dan mengamalkan Firman Tuhan di dalam hidupnya melalui kehadirannya dalam kebaktian dan kumpulan lainnya yang diadakan Jemaat, dan dalam hubungannya dengan Tuhan dan sesama umat manusia (Matius 5: 13-14; 22: 37-39; Galatia 5: 22).
    2. Anggota jemaat harus memanfaatkan talenta yang ada padanya dan memberikan persembahan dengan sukacita untuk melayani Allah dan sesamanya manusia (Kisah 2:41-47; 2 Korintus 9:7) demi pelayanan, pertumbuhan dan pembangunan jemaat.
    3. Anggota rumah tangga di dalam jemaat harus mendidik anak-anaknya untuk mendengar dan mentaati Firman Allah (Ulangan 5: 5-7; Efesus 6: 1- 4).
    4. Anggota rumah tangga di dalam jemaat wajib membawa anak-anaknya untuk menerima baptisan kudus, pengajaran sidi dan perjamuan kudus (bagi yang sudah patut ikut Perjamuan Kudus).
    5. Setiap anggota jemaat wajib meningkatkan ilmu pengetahuan dan keterampilannya demi pembangunan tubuh Kristus.
    6. Setiap anggota jemaat wajib mematuhi semua peraturan HKI dan keputusan yang diambil HKI.

PASAL 3
Pimpinan Jemaat dan Aparatur Pimpinan di Jemaat
  • a. Pimpinan Jemaat
    1. Pengertian Pimpinan Jemaat:
      • a) Pimpinan jemaat adalah Guru Jemaat sebagai penyelenggara kepemimpinan HKI di Tingkat Jemaat.
      • b) Pimpinan jemaat di jemaat yang sudah menjadi resort khusus adalah pendeta resort khusus yang ditempatkan Pucuk Pimpinan di jemaat itu.
      • c)Pimpinan Jemaat di jemaat yang guru jemaatnya dipilih oleh Sidang Jemaat dari antara para penatua jemaat, memimpin jemaat paling lama dua periode (10 tahun) berturut-turut. Dia dapat dipilih kembali setelah berselang satu periode.
    2. Syarat-syarat dapat dipilih menjadi Pimpinan di Jemaat.
      • a) Pimpinan jemaat yang ditempatkan Pucuk Pimpinan HKI berpedoman kepada ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Kepegawaian HKI.
      • b) Pimpinan Jemaat pilihan jemaat (periodik) :
        1. Telah menjadi penatua (sintua) di HKI paling sedikit lima Tahun.
        2. Tidak sedang menjalani Hukuman Siasat Gereja.
        3. Usia minimal 30 tahun dan maksimal 60 Tahun pada saat pemilihan.
        4. Pendidikan paling sedikit SLTA atau sederajat.
        5. Dipilih oleh Sidang Jemaat yang dipimpin oleh Pendeta Resort.
        6. Dalam hal jemaat belum memenuhi persyaratan seperti di atas, Pendeta Resort dapat memberikan dispensasi.
    3. Tugas-tugas Pimpinan Jemaat.
      • a) Memimpin jemaat bersama-sama dengan Pendeta Resort.
      • b) Merencanakan dan merumuskan Program Pelayanan dan Pembangunan Tahunan Jemaat (PPPTJ), Anggaran Pendapatan dan Belanja Jemaat (APBJ) sebagai penjabaran dan pelaksanaan keputusan sinode, program yang datang dari Pucuk Pimpinan, Pimpinan Daerah, Pimpinan Resort maupun untuk kebutuhan Jemaat dan menyampaikannya kepada Majelis Jemaat guna mendapat pembahasan dan persetujuan. Selanjutnya disampaikan kepada Pendeta Resort untuk mendapat persetujuan dan pengesahan pelaksanaannya.
      • c) Memajukan pelayanan Jemaat, mengelola dan memberdayakan Seksi-seksi, Kordinator Sektor/wilayah dan lembaga-lembaga yang ada di Jemaat.
      • d) Mengangkat dan menetapkan Sekretaris Jemaat, Bendahara Jemaat atas persetujuan Rapat Majelis Jemaat.
      • e) Mengangkat dan menetapkan para Kepala Seksi, Kordinator Sektor/Wilayah, para Pengurus Lembaga dan Badan Usaha/Yayasan di Jemaat atas persetujuan Rapat Majelis Jemaat.
      • f) Melantik Kepala-kepala Seksi, Kordinator Sektor/wilayah, Pengurus Lembaga dan Badan Usaha/Yayasan di Jemaat.
      • g) Membuat laporan pertanggungjawaban tugas kepada sidang jemaat dan kepada pimpinan resort.
      • h) Memberikan informasi yang selengkapnya tentang pelaksanaan tugas kepada Majelis Jemaat agar mendapat evaluasi.
      • i) Memberikan informasi yang selengkapnya tentang keadaan keuangan dan harta kekayaan jemaat kepada Badan Pemeriksa Keuangan Jemaat dan Majelis Jemaat.
      • j) Bersama Majelis Jemaat mengambil keputusan mengatasi permasalahan yang menghambat mekanisme pelayanan dan akan dipertanggung-jawabkan kepada sidang jemaat dan pimpinan resort.
      • k) Mengundang dan memimpin Rapat Majelis Jemaat.
      • l) Membina hubungan kerjasama dengan jemaat tetangga di lingkungannya.
      • m) Mengatur serah terima Pengurus Badan Usaha/ Yayasan, Kepala Seksi yang ada di Jemaatnya dalam hal terjadi penggantian dan melaporkannya kepada Pendeta Resort.
      • n) Mengusahakan lancarnya penyetoran uang ke kas Pusat.
  • b. Sekretaris Jemaat
    1. Sekretaris Jemaat adalah seorang Penatua yang diusulkan dan diangkat oleh Pimpinan Jemaat atas persetujuan Rapat Majelis Jemaat.
    2. Sekretaris Jemaat adalah unsur Pimpinan Jemaat.
    3. Syarat-syarat menjadi Sekretaris Jemaat:
      • a) Telah menjadi penatua di HKI paling sedikit dua tahun.
      • b) Tidak sedang menjalani Hukuman Siasat Gereja.
      • c) Usia minimal 25 tahun dan maksimal 60 tahun pada saat diangkat dan ditetapkan.
      • d) Minimal berpendidikan SLTP atau sederajat.
      • e) Dalam hal Jemaat tidak memiliki orang yang memenuhi persyaratan seperti dimaksud di atas, Pimpinan Resort dapat memberi dispensasi.
    4. Tugas Sekretaris Jemaat:
      • a) Mengatur dan menata segala urusan administrasi di jemaat.
      • b) Mewakili Pimpinan Jemaat dalam tugasnya setelah mendapat surat kuasa dan penugasan.
  • c. Bendahara Jemaat
    1. Bendahara Jemaat adalah seorang Penatua yang diusulkan dan diangkat oleh Pimpinan Jemaat atas persetujuan Rapat Majelis Jemaat.
    2.  Bendahara Jemaat adalah unsur Pimpinan Jemaat.
    3. Syarat-syarat dapat dipilih menjadi Bendahara Jemaat:
      • a) Sudah menjadi anggota jemaat HKI paling sedikit 5 tahun.
      • b) Tidak sedang menjalani Hukuman Siasat Gereja.
      • c) Usia minimal 25 Tahun dan maksimal 60 tahun saat diangkat dan ditetapkan.
      • d) Minimal berpendidikan SLTP atau sederajat.
      • e) Diangkat oleh Pimpinan Jemaat atas persetujuan Majelis Jemaat.
      • f) Dalam hal jemaat tidak memiliki orang yang memenuhi persyaratan seperti dimaksud di atas, Pimpinan Resort dapat memberikan dispensasi.
    4. Tugas Bendahara jemaat :
      • a) Mengelola keuangan sesuai dengan APBJ tahunan jemaat dan peraturan penatalayanan keuangan HKI.
      • b) Melakukan pembayaran dan pengeluaran uang setelah mendapat persetujuan dari Pimpinan Jemaat.
      • c) Membukukan keuangan dan memelihara semua harta kekayaan jemaat.
      • d) Wajib menjadi salah satu penandatangan cek pengambilan uang jemaat dari Bank selain Pimpinan Jemaat.
      • e) Membuat konsep program keuangan dan laporan keuangan untuk diajukan oleh Pimpinan Jemaat ke sidang jemaat.
      • f) Membuat Laporan Keuangan dan harta kekayaan Jemaat secara berkala kepada Pimpinan Jemaat.
      • g) Menyimpan uang di kas kecil.
  • d. Seksi-seksi di Jemaat
    1. Seksi dipimpin oleh kepala seksi sebagai aparatur Pimpinan Jemaat.
    2. Seksi Marturia, Seksi Koinonia, Seksi Diakonia, Seksi Umum, Seksi Keuangan, Seksi Penelitian dan Pengembangan.
    3. Lingkup tugas setiap seksi disesuaikan dengan ruang lingkup kerja Departemen di Pusat.

Pasal 4
Alat Pelayanan di Jemaat
  1. Pimpinan Jemaat
  2. Majelis Jemaat
  3. Badan Pengawas Keuangan Jemaat (BPKJ).
  4. Seksi.


BAB II
RESORT

PASAL 5
Pengertian dan syarat-syarat
  • a. Pengertian Resort
    1. Resort adalah persekutuan beberapa jemaat yang dipimpin oleh seorang Pendeta Resort.
    2. Resort Khusus adalah satu jemaat yang ditetapkan Pucuk Pimpinan menjadi resort khusus dan dipimpin seorang Pendeta resort.
    3. Resort Persiapan adalah persekutuan beberapa jemaat yang dipersiapkan menjadi satu resort, dan dipimpin seorang Pendeta Pengasuh.
  • b. Syarat-syarat menjadi Resort:
    1. Ada beberapa jemaat untuk dipersekutukan dalam satu Resort.
    2. Mampu menyediakan sarana dan prasarana pelayanan Resort.
    3. Mengajukan permohonan tertulis kepada Pucuk Pimpinan dengan rekomendasi dari Praeses.
    4. Dalam hal Pucuk Pimpinan menilai perlu diadakan pembentukan resort baru, Pucuk Pimpinan dapat mengadakannya.
  • c. Syarat-syarat menjadi Resort Khusus:
    1. Jemaat tersebut mempunyai anggota, sedikitnya 150 keluarga.
    2. Sidang Jemaat menyepakati agar jemaat tersebut dijadikan menjadi Resort Khusus.
    3. Pimpinan Jemaat atas persetujuan Majelis Jemaat mengajukan permohonan jemaat untuk menjadi Resort Khusus kepada Pucuk Pimpinan.
    4. Permohonan Jemaat tersebut disetujui oleh Pendeta Resort yang sedang melayani jemaat-jemaat tersebut dan direkomendasikan Praeses.
    5. Menyatakan bahwa mereka mampu menyediakan dana, sarana dan prasarana sebagai Resort Khusus.
    6. Ditetapkan berdasarkan SK Pucuk Pimpinan dan diresmikan oleh Pucuk Pimpinan.
    7. Dalam hal Pucuk Pimpinan menilai suatu jemaat telah mampu menjadi Resort Khusus, maka Pucuk Pimpinan berwewenang menetapkannya menjadi Resort Khusus.
  • d. Syarat-syarat pembentukan Resort Persiapan:
    1. Resort persiapan dibentuk atas permohonan tertulis beberapa jemaat kepada Pucuk Pimpinan, dan/setelah disetujui Pendeta Resort dan direkomendasi oleh Praeses.
    2. Resort Persiapan dibina oleh Pendeta Resort terdekat atau pendeta yang dihunjuk oleh Pucuk Pimpinan, dan berfungsi sebagai Pendeta untuk Resort Persiapan.
    3. Resort Persiapan harus menyediakan sarana dan prasarana pelayanan.
    4. Ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Pucuk Pimpinan.

PASAL 6
Pimpinan Resort dan Aparatur Pimpinan di Resort
  • a. Pimpinan Resort
    1. Pimpinan Resort adalah Pendeta resort sebagai penyelenggara kepemimpinan HKI yang sekaligus sebagai gembala terhadap beberapa atau satu jemaat di wilayah tertentu berdasarkan Surat Keputusan Pucuk Pimpinan HKI dan dilantik oleh Praeses.
    2. Syarat-syarat menjadi Pimpinan di Resort :
      • a) Sudah menjadi Pendeta yang ditahbiskan di HKI
      • b) Tidak Pegawai Negeri maupun Pegawai Swasta.
    3. Sebutan untuk Pimpinan Resort
      • a) Pimpinan Resort disebut Pendeta Resort.
      • b) Pimpinan Resort Khusus disebut Pendeta Resort.
      • c) Pimpinan Resort Persiapan disebut Pendeta Pengasuh.
    4. Tugas Pimpinan Resort :
      • a) Memimpin pelaksanaan marturia (kesaksian), koinonia (persekutuan), diakonia (pelayanan) dan pengorganisasian di Resort.
      • b) Merencanakan dan merumuskan Program Pelayanan dan Pembangunan Tahunan Resort (PPPTR), Anggaran Pendapatan dan Belanja Resort (APBR) sebagai penjabaran dan pelaksanaan keputusan sinode, program yang datang dari Pucuk Pimpinan, Pimpinan Daerah, maupun untuk kebutuhan Resort dan menyampaikannya kepada Majelis Resort guna mendapat pembahasan dan persetujuan. Selanjutnya disampaikan kepada Pimpinan Daerah untuk mendapat persetujuan dan pengesahan pelaksanaannya.
      • c) Melaksanakan tugas pendeta sebagai gembala di resortnya.
      • d) Membekali anggota jemaat di resortnya untuk menangkal ajaran sesat yang menyusup ke jemaat-jemaat di resortnya.
      • e) Menahbiskan penatua di jemaat.
      • f) Melaksanakan pelayanan sakramen di jemaat-jemaat dalam resortnya.
      • g) Mengelola dan memberdayakan Bagian-bagian, Lembaga-lembaga dan Badan Usaha/ Yayasan yang ada di Resortnya.
      • h) Mengangkat dan menetapkan Sekretaris Resort dan Bendahara Resort atas persetujuan Rapat Majelis Resort.
      • i) Mengangkat para Kepala Bagian, Pengurus Lembaga dan Pengurus Badan Usaha/Yayasan di Resort setelah mendapat saran dari rapat Majelis Resort.
      • j) Melantik Majelis Jemaat, Pimpinan Jemaat, Kepala-Kepala Bagian, Pengurus Lembaga dan Pengurus Badan Usaha/ Yayasan yang ada di Resortnya.
      • k) Meminta Laporan Tertulis Pertanggungjawaban Pelaksanaan Tugas pelayanan dan Keuangan Jemaat dari Pimpinan Jemaat, Pengurus Badan Usaha/ Yayasan yang ada di Resortnya.
      • l) Membina hubungan kerjasama oikumenis dengan gereja-gereja tetangga HKI di lingkungan resortnya.
      • m) Membina kerukunan intern dan antar umat beragama di lingkungan resortnya.
      • n) Mempertanggungjawabkan pelaksanaan pelayanan dan keuangan resort kepada Sidang Resort, Praeses dan Pucuk Pimpinan HKI.
      • o) Memberikan Laporan tertulis pelaksanaan tugas pelayanan dan pengorganisasian resort secara rutin kepada Pucuk Pimpinan melalui Praeses.
      • p) Mengundang dan memimpin Rapat Majelis Resort.
      • q) Bersama Majelis Resort mengambil keputusan mengatasi permasalahan yang menghambat mekanisme pelayanan di Resort dan dipertanggungjawabkan kepada Sidang Resort dan Pimpinan Daerah.
      • r) Melaksanakan serah terima Pimpinan Jemaat, Pengurus Badan Usaha/ Yayasan milik Resort, Kepala Bagian dan Pengurus Lembaga Tingkat Resort di Resortnya dalam hal terjadi pergantian.
      • s) Mengusahakan lancarnya penyetoran uang ke Kas Pusat.
  • b. Sekretaris Resort
    1. Sekretaris Resort adalah seorang Penatua yang diusulkan dan diangkat oleh Pimpinan Resort atas persetujuan Rapat Majelis Resort.
    2. Sekretaris Resort adalah unsur Pimpinan Resort.
    3. Tugas-tugas Sekretaris Resort :
      • a) Mengatur dan menata segala urusan administrasi di Resort.
      • b) Mewakili Pimpinan Resort dalam tugasnya setelah mendapat surat kuasa dan penugasan
    4. Syarat-syarat Sekretaris Resort:
      • a) Sudah menjadi penatua di jemaat paling sedikit 5 tahun.
      • b) Usia minimal 30 (tiga puluh) tahun dan maksimal 60 tahun pada saat diangkat dan ditetapkan.
      • c) Tidak sedang menjalani hukuman Siasat Gereja.
      • d) Minimal berpendidikan SLTA atau sederajat.
      • e) Dalam hal tidak ada orang yang memenuhi persyaratan seperti tersebut di atas, Pimpinan Resort dapat memberikan dispensasi.
  • c. Bendahara Resort
    1. Bendahara Resort adalah seorang Penatua yang diusulkan dan diangkat oleh Pimpinan Resort atas persetujuan Rapat Majelis Resort.
    2. Bendahara Resort adalah unsur Pimpinan Jemaat
    3. Syarat-syarat dapat diangkat menjadi Bendahara Resort:
      • a) Sudah menjadi penatua di HKI paling sedikit 5 tahun.
      • b) Tidak sedang menjalani Hukum Siasat Gereja.
      • c) Usia minimal 30 Tahun dan maksimal 60 tahun saat diangkat dan ditetapkan.
      • d) Minimal berpendidikan SLTA atau sederajat dan memiliki pengetahuan khusus di bidang pengelolaan keuangan.
      • e) Diangkat oleh Pimpinan Resort atas persetujuan Majelis Resort.
      • f) Dalam hal tidak ada orang yang memenuhi persyaratan seperti tersebut di atas, Pimpinan Resort dapat memberikan dispensasi.
    4. Tugas Bendahara Resort:
      • a) Mengelola keuangan sesuai dengan APBR tahunan resort sesuai dengan peraturan penatalayanan keuangan HKI.
      • b) Melakukan pembayaran dan pengeluaran uang setelah mendapat persetujuan dari Pimpinan Resort.
      • c) Membukukan keuangan dan memelihara semua harta kekayaan Resort.
      • d) Wajib menjadi salah satu penandatangan cek pengambilan uang resort dari Bank selain Pimpinan Resort.
      • e) Membuat konsep program keuangan dan laporan keuangan untuk diajukan oleh Pimpinan Resort ke sidang Resort.
      • f) Membuat Laporan Keuangan dan Harta Kekayaan Resort secara berkala kepada Pimpinan Resort.
      • g) Menyimpan uang di kas kecil.
  • d. Bagian di Resort.
    1. Bagian dipimpin oleh Kepala Bagian sebagai aparatur Pimpinan Resort.
    2. Bagian Marturia, Bagian Koinonia, Bagian Diakonia, Bagian Umum, Bagian Keuangan, Bagian Penelitian dan Pengembangan.
    3. Lingkup tugas setiap bagian disesuaikan dengan ruang lingkup kerja Departemen di Pusat.

PASAL 7
Alat Pelayanan di Resort:
  1. Pimpinan Resort
  2. Majelis Resort
  3. Badan Pengawas Keuangan Resort (BPKR).
  4. Bagian.


BAB III
DAERAH

Pasal 8
Pengertian dan syarat-syarat menjadi Daerah
  • a. Pengertian Daerah. Yang dimaksud dengan Daerah di HKI adalah suatu kesatuan lapangan pelayanan dalam naungan HKI, dimana beberapa resort dipersekutukan dan ditetapkan oleh Pucuk Pimpinan untuk dipimpin seorang Praeses.
  • b. Syarat menjadi Daerah
    1. 1) Ada beberapa Resort untuk dipersekutukan menjadi satu Daerah.
    2. 2) Mampu menyediakan sarana dan prasarana pelayanan Daerah.

PASAL 9
Pimpinan Daerah dan Aparatur Pimpinan di Daerah
  • a. Pimpinan Daerah
    1. Pimpinan Daerah adalah Praeses sebagai penyelenggara kepemimpinan HKI yang sekaligus sebagai gembala terhadap beberapa Resort di wilayah tertentu berdasarkan Surat Keputusan Pucuk Pimpinan HKI dan dilantik oleh Pucuk Pimpinan HKI.
    2. Syarat-syarat dapat dipilih dan diangkat menjadi Praeses.
      • a) Telah melayani sebagai Pendeta Resort Sedikitnya 10 tahun
      • b) Berumur sedikitnya 40 tahun dan maksimal 60 tahun pada saat pemilihan
      • c) Tidak sedang menjalani Hukuman Siasat Gereja.
      • d) Tidak pegawai negeri maupun pegawai swasta.
      • e) Dipilih oleh Sinode dan diangkat oleh Pucuk Pimpinan.
    3. Pengganti antar waktu: Dalam hal seorang Praeses berhalangan tetap, maka Pucuk Pimpinan mengangkat Praeses pengganti dari antara calon peraih suara terbanyak yang tersisih pada Sinode pemilihan.
    4. Tugas dan wewenang Pimpinan Daerah
      • a) Membantu Pucuk Pimpinan dalam memimpin pelaksanaan tugas Kesaksian, Persekutuan, Diakonia dan pengorganisasian HKI di Daerahnya.
      • b) Merencanakan dan merumuskan Program Pelayanan dan Pembangunan Tahunan Daerah (PPPTD), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebagai penjabaran dan pelaksanaan keputusan sinode, program yang datang dari Pucuk Pimpinan, maupun untuk kebutuhan Daerah dan menyampaikannya kepada Majelis Daerah guna mendapat pembahasan dan persetujuan. Selanjutnya disampaikan kepada Pucuk Pimpinan untuk mendapat persetujuan dan pengesahan pelaksanaannya.
      • c) Melaksanakan PPPTD dan APBD yang sudah ditetapkan Sidang Daerah dan disetujui Pucuk Pimpinan.
      • d) Mengawasi dan menjaga kemurnian Pemberitaan Firman Allah dan Pelayanan Sakramen Kudus di semua Resort dan Jemaat di Daerahnya.
      • e) Mengadakan visitasi (perkunjungan) dan evaluasi serta aktif melaksanakan tugas pastoral di Resort dan Jemaat.
      • f) Meminta Laporan Pertanggungjawaban Tugas Pelayanan para Pendeta Resort dan meneruskannya ke Pucuk Pimpinan.
      • g) Meminta Laporan Pertanggungjawaban keadaan keuangan dan kekayaan Resort yang dikelola di Daerahnya dari Pimpinan Resort dan meminta Laporan Pemeriksaan BPKR di Resort-resort di Daerahnya.
      • h) Meminta Laporan Pertanggungjawaban Badan Usaha/ Yayasan yang dikelola di daerahnya.
      • i) Mengusahakan lancarnya penyetoran uang ke Kas Pusat dari Jemaat-Jemaat dan Resort-Resort yang ada di Daerahnya.
      • j) Melantik Majelis Resort, Pimpinan Resort, Pengurus Badan Usaha, Yayasan yang ada di Daerah dan BPKR.
      • k) Mengangkat dan menetapkan Kepala Bidang, Pengurus Lembaga dan Badan Usaha/ Yayasan di Daerahnya.
      • l) Memberikan pendapat tentang PPPTR dan APBR yang diajukan Pimpinan Resort.
      • m) Membuat Laporan Pertanggungjawaban tertulis tentang pelaksanaan tugas dan Laporan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah kepada Sidang Daerah dan Pucuk Pimpinan.
      • n) Melaksanakan tugas-tugas Pucuk Pimpinan yang dilimpahkan Pucuk Pimpinan kepada Pimpinan Daerah.
      • o) Mengangkat dan menetapkan Sekretaris Daerah dan Bendahara Daerah atas persetujuan Rapat Majelis Daerah.
      • p) Mengusulkan kepada Pucuk Pimpinan sanksi yang akan dikenakan kepada pelayan HKI yang tidak melaksanakan tugasnya dengan baik di Daerahnya.
      • q) Bersama Majelis Daerah mengambil keputusan mengatasi permasalahan yang menghambat mekanisme pelayanan di Daerahnya yang kemudian akan dipertanggungjawabkan kepada Sidang Daerah dan Pucuk Pimpinan.
      • r) Membina hubungan kerjasama oikumenis yang baik dengan gereja tetangga dan Pemerintah setempat.
      • s) Melaksanakan serah terima Pimpinan Resort, Pengurus Badan Usaha/ Yayasan milik Daerah, Kepala Bidang dan Pengurus Lembaga Tingkat Daerah dalam hal terjadi pergantian.
      • t) Dalam hal seorang Praeses berhalangan sementara, tugas kepraesesan dilaksanakan oleh salah seorang pendeta yang dihunjuk Pucuk Pimpinan HKI.
  • b. Sekretaris Daerah
    1. Sekretaris Daerah adalah salah seorang Pendeta yang diusulkan dan diangkat oleh Pimpinan Daerah atas persetujuan Rapat Majelis Daerah.
    2. Sekretaris Daerah adalah unsur Pimpinan Daerah
    3. Tugas-tugas Sekretaris Daerah :
      • a) Mengatur dan menata segala urusan administrasi di Daerah.
      • b) Mewakili Pimpinan Daerah dalam tugasnya setelah mendapat surat kuasa dan penugasan.
    4. 4. Syarat-syarat Sekretaris Daerah:
      • a) Sudah menjadi Pendeta paling sedikit 5 tahun.
      • b) Usia minimal 30 tahun dan maksimal 60 tahun saat diangkat dan ditetapkan.
      • c) Tidak sedang menjalani hukuman Siasat Gereja.
      • d) Dalam hal tidak ada orang yang memenuhi persyaratan seperti tersebut di atas, Pimpinan Daerah dapat memberikan dispensasi.
  • c. Bendahara Daerah
    1. Bendahara Daerah adalah seorang Penatua yang diusulkan dan diangkat oleh Pimpinan Daerah atas persetujuan Rapat Majelis Daerah.
    2. Bendahara Daerah adalah unsur Pimpinan Daerah.
    3. Syarat-syarat dapat diangkat menjadi Bendahara Daerah:
      • a) Sudah menjadi penatua di HKI paling sedikit 5 tahun.
      • b) Tidak sedang menjalani Hukuman Siasat Gereja
      • c) Usia minimal 30 Tahun dan maksimal 60 tahun saat diangkat dan ditetapkan.
      • d) Minimal berpendidikan SLTA atau sederajat dan memiliki pengetahuan khusus di bidang pengelolaan keuangan.
      • e) Diangkat oleh Pimpinan Daerah atas persetujuan Majelis Daerah.
      • f) Dalam hal tidak ada orang yang memenuhi persyaratan seperti tersebut di atas, Pimpinan Daerah dapat memberikan dispensasi.
    4. Tugas Bendahara Daerah:
      • a) Mengelola keuangan sesuai dengan APBD tahunan Daerah berpedoman pada peraturan penatalayanan keuangan HKI.
      • b) Melakukan pembayaran dan pengeluaran uang setelah mendapat persetujuan dari Pimpinan Daerah.
      • c) Membukukan keuangan dan memelihara semua harta kekayaan Daerah.
      • d) Wajib menjadi salah satu penandatangan cek pengambilan uang Daerah dari Bank selain Pimpinan Daerah.
      • e) Membuat konsep program keuangan dan laporan keuangan untuk diajukan oleh Pimpinan Daerah ke sidang Daerah.
      • f) Menyimpan uang di kas kecil.
  • d. Bidang-bidang di Daerah
    1. Bidang dipimpin oleh kepala bidang sebagai aparatur Pimpinan Daerah.
    2. Bidang Marturia, Bidang Koinonia, Bidang Diakonia, Bidang Umum, Bidang Keuangan, Bidang Penelitian Pengembangan.
    3. Lingkup tugas setiap Bidang disesuaikan dengan ruang lingkup kerja Departemen di Pusat.

Pasal 10
Alat Pelayanan di Daerah:
  1. Pimpinan Daerah
  2. Majelis Daerah.
  3. Badan Pengawas Keuangan Daerah (BPKD).
  4. Bidang.


BAB IV
PUSAT


Pasal 11
Pengertian
Yang dimaksud dengan Pusat di HKI adalah seluruh HKI sebagai Tubuh Kristus dalam satu persekutuan, yang di dalamnya segenap Jemaat, Resort, Daerah, dan segala jajaran pelayanannya bersatu dan merupakan satu kesatuan yang setiap bagiannya tidak terpisahkan dengan yang lainnya dipimpin oleh PUCUK PIMPINAN HKI.

Pasal 12
Pucuk Pimpinan dan Aparatur Pucuk Pimpinan
  1. Pucuk Pimpinan (PP) adalah Ephorus dan Sekretaris Jenderal untuk memimpin dan menggembalakan seluruh HKI dengan segenap jajarannya untuk satu periode lima tahun.
  2. Ephorus dan Sekretaris Jenderal melaksanakan tugas Pucuk Pimpinan ( PP ) HKI sesuai dengan tugas masing-masing.
  3. Tugas-tugas Pucuk Pimpinan:
    1. Memimpin HKI melaksanakan tugas dan usaha mewujudkan tujuan, visi dan misi HKI.
    2. Mengawasi kemurnian pemberitaan Firman Allah dan Pelayanan Sakramen Kudus.
    3. Melaksanakan dan mengemban Keputusan Sinode serta mempertanggung-jawabkannya di Sinode.
    4. Melaksanakan pembangunan dan pengembangan HKI berdasarkan garis-garis besar dan strategi umum pembangunan dan pelayanan HKI yang sudah ditetapkan sinode setelah mendapat pembahasan dan penjabaran bersama dengan Majelis Pusat.
    5. Mempersiapkan konsep Tata Gereja sesuai dengan amanah Keputusan Sinode.
    6. Mempersiapkan rencana (konsep) Garis-garis besar dan strategi umum pembangunan dan pelayanan HKI yang akan disampaikan kepada sinode untuk dibahas dan diambil keputusan, dan mempersiapkan konsep-konsep (rancangan) lainnya yang perlu mendapat pembahasan dan keputusan dalam Sinode.
    7. Membuat anggaran Pendapatan dan Belanja HKI tahunan untuk dibahas dan ditetapkan bersama-sama dengan Majelis Pusat.
    8. Menempatkan, melantik, menugaskan Praeses dan melimpahkan tugas atau wewenang kepada Praeses untuk melantik Majelis Daerah dan BPK Daerah.
    9. Mengangkat pelaksana tugas Praeses apabila Praeses berhalangan.
    10. Mengundang dan menyelenggarakan Sinode sesuai aturan pelaksanaan Sinode.
    11. Mengangkat Panitia Penyelenggara Sinode.
    12. Mengundang dan memimpin Rapat Praeses HKI.
    13. Memfasilitasi pelaksanaan tugas Rapat Majelis Pusat dan BPK Pusat.
    14. Memberikan informasi tertulis maupun lisan yang dibutuhkan oleh Majelis Pusat dan Badan Pemeriksa Keuangan Pusat.
    15. Mengupayakan peningkatan pengetahuan dan kemampuan pelayan HKI melaksanakan tugas.
    16. Memberdayakan, menjaga, memelihara dan mengamankan seluruh harta kekayaan HKI.
    17. Membuat Rencana Pengadaan Sumber Daya Dana, Sumber Daya Usaha dan Sumber Daya Manusia yang dibutuhkan HKI dalam mencapai tujuannya.
    18. Mengangkat, memberhentikan, memutasikan dan mempensiunkan para pelayan sesusai dengan Peraturan di HKI.
    19. Membuat informasi tertulis tentang realisasi program pelayanan HKI maupun APB (Anggaran Penerimaan Belanja) kepada Majelis Pusat pada setiap akhir tahun.
    20. Mengadakan dan menjalin kerjasama oikumenis di dalam dan di luar negeri.
    21. Menjaga keutuhan HKI.
    22. Melakukan kunjungan pembinaan ke seluruh jajaran HKI, secara rutin maupun insidentil.
    23. Membuat pedoman penataan administrasi di seluruh jajaran HKI.
    24. Membuat pedoman pengelolaan keuangan di seluruh jajaran HKI.
    25. Meminta Laporan Pertanggungjawaban Tugas dari semua jajaran pelayanan HKI sesuai dengan Peraturan yang berlaku.
    26. Mengangkat Bendahara Pusat setelah mendengar pendapat Rapat Majelis Pusat.
    27. Menyeleksi calon Mahasiswa Teologi yang akan sekolah sebagai Mahasiswa yang resmi diberangkatkan HKI untuk mendapat pendidikan.
    28. Menetapkan dan meresmikan Jemaat, Resort, Daerah.
    29. Menerbitkan Surat Kuasa untuk mengurus kepentingan HKI bilamana diperlukan.
    30. Memberikan penghargaan kepada orang yang dinilai berjasa kepada HKI setelah mendengar pendapat dari Majelis Pusat.
    31. Memimpin dan mengatur pelaksanaan rapat-rapat kerja.
    32. Menyusun konsep laporan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas kepada sinode untuk dibahas bersama-sama dengan Majelis Pusat.

Pasal 13
Ephorus
  • a. Ephorus adalah seorang Pendeta yang dipilih dan diangkat oleh Sinode menjadi Pimpinan HKI dan Gembala bagi seluruh umat dan pelayan HKI.
  • b. Tugas Ephorus:
    1. Menggembalakan dan memimpin seluruh umat dan pelayan HKI.
    2. Mewakili HKI dalam berhubungan dengan pemerintah, Gereja dan Badan-badan lainnya di luar HKI.
    3. Meletakkan batu alas (batu ojahan) dan meresmikan pemakaian (mangompoi) Gereja.
    4. Menyampaikan tahbisan (tohonan) bagi calon Pendeta, calon Guru Jemaat, calon Penginjil dan calon Bibelvrow serta calon Diakones.
  • c. Syarat-syarat dapat dipilih menjadi Ephorus
    1. Pendeta HKI sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) tahun, di antaranya melayani di Resort selama 10 tahun.
    2. Pernah menjadi Sekretaris Jenderal atau Majelis Pusat atau Praeses.
    3. Minimal berumur 45 (empat puluh lima) tahun, dan maksimal 60 (enam puluh) tahun pada saat pemilihan.
    4. Tidak sedang menjalani Hukuman Siasat Gereja.
    5. Menyatakan kesediaannya untuk dipilih menjadi Ephorus.
    6. Anggota Sinode dan hadir pada waktu Sinode mengadakan pemilihan Ephorus.
    7. Tidak Pegawai Negeri maupun Pegawai Swasta
    8. Seorang Pendeta dapat dipilih menjadi Ephorus dua periode berturut-turut.
  • d. Ephorus berhalangan:
    1. Bila Ephorus berhalangan sementara melaksanakan tugas, maka Ephorus menghunjuk Sekretaris Jenderal bertindak sebagai pejabat Ephorus sementara.
    2. Bila Ephorus berhalangan tetap dan tidak dapat lagi melaksanakan tugasnya maka Sekretaris Jenderal sebagai pejabat Ephorus sampai Sinode terdekat memilih Ephorus yang baru.

Pasal 14
Sekretaris Jenderal
  • a. Sekretaris Jenderal adalah Pendeta yang dipilih dan diangkat oleh Sinode menjadi unsur PUCUK PIMPINAN untuk memimpin seluruh umat dan pelayan HKI.
  • b. Tugas Sekretaris Jenderal
    1. Mengatur dan menata segala administrasi dan keuangan HKI (Keuangan seluruh HKI dan Keuangan Kantor Pusat HKI) sesuai dengan Peraturan HKI.
    2. Bersama-sama dengan Bendahara Pusat Mengambil uang dari Kas HKI atas persetujuan Ephorus.
    3. Bersama-sama dengan Bendahara Pusat sebagai penandatangan cek pengambilan uang dari Rekening HKI di Bank.
    4. Memimpin dan mengkoordinir Kepala-Kepala Departemen.
    5. Memimpin pekerjaan dan pelayanan di Kantor Pusat HKI.
    6. Mewakili Ephorus dalam tugasnya, apabila Ephorus berhalangan.
    7. Memimpin para Notulis dalam penotulenan Sinode.
  • c. Syarat untuk menjadi Sekretaris Jenderal
    1. Telah menjadi Pendeta HKI sedikitnya 15 Tahun dan pernah menjadi Pendeta Resort sedikitnya 10 tahun.
    2. Tidak sedang menjalani Hukuman Siasat Gereja.
    3. Tidak Pegawai Negeri maupun Pegawai Swasta.
    4. Minimal berumur 40 tahun dan maksimal 60 tahun pada saat pemilihan Sekretaris Jenderal.
    5. Pernah menjadi Majelis Pusat atau Praeses.
    6. Anggota Sinode dan hadir pada waktu Sinode mengadakan pemilihan Sekretaris Jenderal.
    7. Menyatakan kesediaannya dipilih menjadi Sekretaris Jenderal.
    8. Seorang Pendeta dapat dipilih menjadi Sekretaris Jenderal dua periode berturut-turut.
  • d. Sekretaris Jenderal berhalangan:
    1. Bila Sekretaris Jenderal berhalangan sementara melaksanakan tugas, maka Sekretaris Jenderal mengusulkan salah seorang Pendeta Kepada Ephorus untuk melaksanakan tugas-tugas Sekretaris Jenderal.
    2. Bila Sekretaris Jenderal berhalangan tetap dan tidak dapat lagi melaksanakan tugasnya, maka Rapat Majelis Pusat memilih salah seorang Pendeta yang memenuhi syarat menjadi Sekretaris Jenderal untuk menjadi pejabat Sekretaris Jenderal hingga Sinode terdekat memilih Sekretaris Jenderal.
  • e. Bila Ephorus dan Sekretaris Jenderal berhalangan tetap dan tidak dapat melaksanakan tugasnya: Rapat Majelis Pusat menghunjuk seorang Pendeta yang memenuhi syarat menjadi Ephorus menjadi Pejabat Ephorus; dan menghunjuk seorang Pendeta yang memenuhi syarat menjadi Sekretaris Jenderal menjadi Pejabat Sekretaris Jenderal dan kedua-duanya menjadi Pejabat Sementara Pucuk Pimpinan dengan tugas utama mempersiapkan dan menyelenggarakan Sinode Istimewa selambat-lambatnya 6 Bulan sejak pengangkatannya untuk memilih Ephorus dan Sekretaris Jenderal. hingga Sinode terdekat mengadakan pemilihan Ephorus dan Sekretaris Jenderal yang baru.

Pasal 15
Bendahara Pusat
  • a. Bendahara Pusat adalah seorang yang diangkat oleh Pucuk Pimpinan atas persetujuan Majelis Pusat untuk membantu Pucuk Pimpinan melaksanakan tugas Kebendaharaan dan pemeliharaan seluruh harta kekayaan HKI sesuai dengan Peraturan yang berlaku di HKI.
  • b. Syarat-syarat menjadi Bendahara Pusat:
    1. Telah menjadi anggota HKI minimal 5 (lima) tahun.
    2. Seorang dari kalangan Pendeta atau Guru Jemaat atau Penatua HKI.
    3. Memiliki keterampilan khusus dibidang kebendaharaan.
    4. Minimal Berpendidikan D 3 atau sederajat.
    5. Tidak Pegawai Negeri atau Swasta.
    6. Bersedia bekerja penuh waktu di Kantor Pusat HKI.
    7. Bersedia diberhentikan dan diganti sesewaktu apabila Pucuk Pimpinan menilai bahwa dia tidak lagi melaksanakan tugasnya dengan baik.
    8. Tidak sedang menjalani Hukuman Siasat Gereja
    9. Umur minimal 35 tahun dan maksimal 60 tahun.
  • c. Tugas Bendahara Pusat:
    1. Membantu Pucuk Pimpinan melaksanakan tugas pengelolaan keuangan dan pemeliharaan seluruh harta kekayaan HKI berdasarkan peraturan yang berlaku di HKI.
    2. Membantu Pucuk Pimpinan menerima, menyimpan dan atau mengeluarkan uang sesuai dengan peraturan yang berlaku di HKI.
    3. Mengatur dan menata pembukuan uang yang masuk dan keluar dari/ke Kas HKI.
    4. Mencatat, mendata dan mendokumentasikan segala barang-barang dan harta kekayaan HKI, baik yang bergerak maupun tidak bergerak.
    5. Membantu Pucuk Pimpinan untuk menyusun konsep anggaran dan belanja HKI (umum dan Pusat) untuk disampaikan Pucuk Pimpinan kepada MP.
    6. Merencanakan dan menggali sumber-sumber pemasukan uang ke HKI.
    7. Bersama-sama dengan Sekjen membuat laporan rutin tentang keuangan pusat kepada Ephorus.
    8. Membuat rancangan neraca tahunan HKI untuk disampaikan kepada Pucuk Pimpinan.
    9. Sebagai salah satu penandatangan cek pengambilan uang dari rekening HKI di Bank selain Sekretaris Jenderal.

PASAL 16
Departemen – Departemen
  • a. Pengertian dan Fungsi.
    1. Departemen adalah alat pelayanan untuk membantu Pucuk Pimpinan melaksanakan tugas-tugas pelayanan tertentu, yang dikepalai oleh Kepala Departemen.
    2. Kepala Departemen dan pegawainya adalah aparatur Pucuk Pimpinan.
  • b. Departemen Marturia (Pekabaran Injil).
    1. Pengertian. Departemen Marturia (Pekabaran Injil) adalah aparatur Pucuk Pimpinan yang membidangi segala usaha Pemberitaan Injil.
    2. Tugas-tugas Departemen Marturia (Pekabaran Injil) sebagai berikut :
      • a) Menyusun dan mengusulkan konsep kebijakan, peraturan, dan pedoman pelaksanaan pelayanan Pemberitaan Injil, untuk disahkan Pucuk Pimpinan.
      • b) Menyusun dan mengusulkan kepada Pucuk Pimpinan Program Kerja Departemen Pekabaran Injil, untuk mendapat pengesahan, dan selanjutnya untuk dilaksanakan.
    3. Pimpinan Departemen Marturia disebut Kepala Departemen Marturia.
    4. Ruang Lingkup Kerja Departemen Marturia
      • a) Pekabaran Injil.
      • b) Pelayanan Rohani.
      • c) Theologia dan Ajaran/Dogma.
      • d) Sekolah-sekolah Teologia
      • e) Liturgi dan Nyanyian Gereja
  • c. Departemen Koinonia (Persekutuan)
    1. Pengertian. Departemen Koinonia adalah aparatur Pucuk Pimpinan yang membidangi segala upaya Pelayanan Koinonia.
    2. Tugas-tugas Departemen Koinonia sebagai berikut:
      1. a) Menyusun dan mengusulkan konsep kebijakan, peraturan, pedoman, dan pelaksanaan Pelayanan Persekutuan, untuk disahkan Pucuk Pimpinan.
      2. b) Menyusun dan mengusulkan kepada Pucuk Pimpinan Program Kerja Departemen Koinonia, untuk mendapat pengesahan, dan selanjutnya untuk dilaksanakan.
    3. Pimpinan Departemen Koinonia disebut Kepala Departemen Koinonia.
    4. Lingkup Kerja Departemen Koinonia:
      • a) Lembaga Sekolah Minggu (SM).
      • b) Lembaga Persatuan Remaja (PR).
      • c) Lembaga Persatuan Naposo Bulung (PNB).
      • d) Lembaga Persatuan Wanita (PW).
      • e) Lembaga Persatuan Ama (PA).
      • f) Persekutuan Guru Jemaat (PGJ).
      • g) Pembinaan Warga Gereja.
      • h) Urusan Jemaat
      • i) Peribadatan
      • j) Oikumene
  • d. Departemen Diakonia (Pelayanan Sosial).
    1. Pengertian. Departemen Diakonia adalah aparatur Pucuk Pimpinan yang membidang usaha Pelayanan Diakonia.
    2. Tugas-tugas Departemen Diakonia:
      • a) Menyusun dan mengusulkan konsep kebijakan, peraturan, pedoman dan pelaksanaan pelayanan Diakonia, untuk disahkan Pucuk Pimpinan.
      • b) Menyusun dan mengusulkan kepada Pucuk Pimpinan Program Kerja Departemen Diakonia untuk mendapat pengesahan, dan selanjutnya untuk dilaksanakan.
    3. Pimpinan Departemen Diakonia disebut Kepala Departemen Diakonia.
    4. Ruang Lingkup Kerja Departemen Diakonia sebagai berikut:
      • a) Pelayanan Sosial.
      • b) Pelayanan Pendidikan.
      • c) Pelayanan Kesehatan.
      • d) Lingkungan Hidup.
      • e) Lembaga Pengembangan Masyarakat.
      • f) Dana Pensiun.
  • e. Departemen Umum.
    1. Pengertian. Departemen Umum adalah aparatur Pucuk Pimpinan yang membidangi segala upaya pelayanan umum.
    2. Tugas-tugas Departemen Umum sebagai berikut :
      • a) Menyusun dan mengusulkan konsep kebijakan, peraturan, pedoman dan pelaksanaan Pelayanan Departemen Umum untuk disahkan Pucuk Pimpinan.
      • b) Menyusun dan mengusulkan Program Kerja Departemen Umum kepada Pucuk Pimpinan untuk mendapat pengesahan dan selanjutnya dilaksanakan.
    3. Pimpinan Departemen Umum disebut Kepala Departemen Umum.
    4. Lingkup Kerja Departemen Umum:
      • a) Personalia.
      • b) Tata Usaha.
      • c) Hukum.
      • d) Komunikasi, Literatur dan Perpustakaan.
      • e) Hubungan masyarakat.
      • f) Statistik.
      • g) Logistik dan Kebutuhan Rumah Tangga.
  • f. Departemen Keuangan.
    1. Pengertian. Departemen Keuangan adalah aparatur Pucuk Pimpinan HKI yang membidangi segala usaha pembangunan dan keuangan.
    2. Tugas –tugas Departemen Keuangan:
      • a) Menyusun dan mengusulkan konsep kebijakan, peraturan, pedoman serta perencanaan, pembangunan dan pengembangan keuangan HKI untuk disahkan Pucuk Pimpinan.
      • b) Menyusun dan mengusulkan Program Kerja Departemen Keuangan kepada Pucuk Pimpinan untuk mendapat pengesahan dan selanjutnya untuk dilaksanakan.
    3. Pimpinan Departemen Keuangan disebut Kepala Departemen Keuangan.
    4. Lingkup Kerja Departemen Keuangan:
      • a) Peningkatan kinerja Bendahara
      • b) Peningkatan kinerja Badan-badan Usaha/Yayasan HKI
      • c) Pembangunan dan pengembangan Usaha.
      • d) Pengkajian Pendapatan.
  • g. Departemen Penelitian dan Pengembangan
    1. 1) Pengertian. Departemen Penelitian dan Pengembangan adalah aparatur Pucuk Pimpinan yang membidangi segala usaha penelitian dan pengembangan HKI.
    2. Tugas –tugas Departemen Penelitian dan Pengembangan:
      • a) Menyusun dan mengusulkan konsep kebijakan, peraturan, pedoman pelaksanaan Departemen penelitian dan pengembangan HKI untuk disahkan Pucuk Pimpinan.
      • b) Menyusun dan mengusulkan kepada Pucuk Pimpinan Program Kerja Penelitian dan Pengembangan (Litbang) untuk mendapat pengesahan dan selanjutnya dilaksanakan.
    3. Pimpinan Departemen Penelitian dan Pengembangan disebut Kepala Departemen Penelitian dan Pengembangan.
    4. Lingkup Kerja Departemen Penelitian dan Pengembangan
      • a) Penelitian
      • b) Pengkajian dan Pemantapan organisasi HKI.
      • c) Pengembangan hidup jemaat – jemaat HKI.
      • d) Perencanaan dan perluasan wilayah HKI
      • e) Penyusunan Master Plan HKI.

Pasal 17
Alat Pelayanan HKI di Pusat
  1. Pucuk Pimpinan.
  2. Majelis Pusat.
  3. Badan Pemeriksa Keuangan Pusat.
  4. Departemen.


BAB V
PELAYAN GEREJAWI

PASAL 18
Pelayan yang menerima tahbisan (Partohonan)
  • a. Pengertian. Pelayan yang menerima tahbisan (Partohonan ) adalah para pelayan HKI yang telah menerima tahbisan (penumpangan tangan) dan mendapat tugas pekerjaan pelayanannya dari gereja HKI.
  • b. Pendeta
    1. Pendeta ialah laki-laki atau perempuan yang telah menyelesaikan pendidikan kependetaan atau Pendidikan Theologia yang diakui oleh HKI dan telah menerima tahbisan kependetaan (tohonan hapanditaon) dari HKI melalui Ephorus.
    2. Tugas-tugas Pendeta sebagai berikut:
      • a) Seperti yang tertulis di Agenda HKI.
      • b) Mengikuti Rapat Pendeta HKI.
    3. Pendeta Pensiun:
      • a) Pendeta pensiun setelah berumur 65 (enampuluh lima) tahun.
      • b) Pendeta yang belum berumur 65 (enampuluh lima) tahun, tetapi sudah melayani selama 30 (tigapuluh) tahun, berhak mengajukan pensiun penuh.
    4. Pendeta yang cuti di luar tanggungan HKI dapat melayani di Jemaat/Resort atas izin Praeses setempat.
    5. Pendeta berhenti:
      • a) Berhenti dengan hormat karena sudah waktunya pensiun.
      • b) Tidak melaksanakan tugasnya sebagai pendeta, karena mengidap penyakit khronis, atau cacat phisik atau mental.
      • c) Meninggal dunia.
      • d) Dikenakan Hukuman Siasat Gereja.
      • e) Keluar dari HKI.
  • c. Guru Jemaat
    1. Guru Jemaat ialah laki-laki atau perempuan yang telah lulus dari Sekolah Guru Jemaat atau yang sederajat yang diakui oleh HKI dan telah menerima tahbisan (tohonan Guru Jemaat) dari HKI melalui Ephorus.
    2. Kalau Guru Jemaat diangkat dari penatua, dia dipilih oleh Sidang Jemaat serta diusulkan oleh Pendeta Resort kepada Praeses untuk ditetapkan. Masa tugasnya sesuai dengan periode yang berlaku di HKI.
    3. Tugas Guru Jemaat:
      • a) Sebagaimana tertulis dalam Agenda HKI.
      • b) Membantu Pendeta Resort melaksanakan tugas pelayanan/penggembalaan di jemaat.
    4. Guru Jemaat Penuh Waktu Pensiun.
      • a) Guru Jemaat pensiun setelah berumur 60 (enampuluh ) tahun.
      • b) Guru Jemaat penuh waktu yang belum berumur 60 (enampuluh ) tahun, tetapi sudah melayani selama 30 (tigapuluh) tahun, berhak mengajukan pensiun penuh.
    5. Guru jemaat yang cuti di luar tanggungan HKI dapat melayani di Jemaat atas izin Pendeta Resort setempat.
    6. Guru Jemaat berhenti:
      • a) Guru Jemaat pilihan jemaat (periodik) berhenti dengan hormat karena periodenya telah selesai, atau karena penempatan Guru Jemaat penuh waktu sebagai penggantinya, atau atas permintaan sendiri.
      • b) Meninggal dunia.
      • c) Tidak melaksanakan tugasnya sebagai Guru Jemaat.
      • d) Dikenakan Hukum Siasat Gereja.
  • d. Diakones. Diakones ialah seorang perempuan yang telah lulus dari Pendidikan Diakones yang diakui oleh HKI dan telah menerima tahbisan dari HKI melalui Ephorus.
    1. Tugas-tugas Diakones:
      • a) Seperti tertulis dalam Agenda penahbisan Diakones.
      • b) Bertanggungjawab kepada Pimpinan unit pelayanannya.
    2. Diakones pensiun apabila:
      • a) Telah berumur 60 (enam puluh) tahun.
      • b) Seorang Diakones yang belum berumur 60 (enam puluh) tahun, tapi telah melayani selama 30 tahun, berhak mendapat pensiun penuh dari HKI.
    3. Diakones yang cuti di luar tanggungan HKI dapat melayani di Jemaat atas izin Praeses setempat.
    4. Diakones berhenti apabila:
      • a) Meninggal dunia.
      • b) Tidak melaksanakan tugasnya (tohonan) sebagai Diakones.
      • c) Karena dijatuhi Hukum Siasat Gereja.
      • d) Atas permintaan sendiri.
  • e. Bibelvrow (Penginjil Wanita). Bibelvrow ialah perempuan yang telah lulus dari Sekolah Bibelvrouw yang diakui oleh HKI dan telah menerima tahbisan (tohonan) Bibelvrouw dari HKI melalui Ephorus.
    1. Tugas-tugas Bibelvrow sebagai berikut:
      • a) Seperti yang tertulis di dalam Agenda Penahbisan Bibelvrouw di HKI.
      • b) Membantu Pendeta Resort dan Guru Jemaat dalam menjalankan tugas-tugas pelayanan.
      • c) Bertanggungjawab dalam pelaksanaan tugasnya kepada Pendeta Resort.
    2. Bibelvrow pensiun:
      • a) Seorang Bibelvrow pensiun setelah berumur 60 (enam puluh ) tahun.
      • b) Seorang Bibelvrow yang belum berumur 60 (enam puluh ) tahun, tetapi telah melayani 30 (tigapuluh) tahun, dapat menerima pensiun penuh dari HKI.
    3. Bibelvrow yang cuti di luar tanggungan HKI dapat melayani di Jemaat atas izin Praeses setempat.
    4. Bibelvrow berhenti:
      • a) Meninggal dunia
      • b) Tidak melaksanakan tugasnya (tohonan) sebagai Bibelvrouw.
      • c) Karena dijatuhi sanksi Hukum Siasat Gereja.
  • f. Evangelis. Evangelis atau Penginjil ialah laki-laki atau perempuan yang telah lulus dari Sekolah Evangelis atau Sekolah Tinggi Theologia yang diakui HKI, dan telah menerima tahbisan (tohonan) Evangelis dari HKI melalui Ephorus.
    1. 1) Tugas Evangelis adalah memberitakan Injil kepada kelompok masyarakat di wilayah tertentu.
    2. 2) Evangelis yang cuti di luar tanggungan HKI dapat melayani di Jemaat atas izin Praeses setempat.
    3. 3) Evangelis pensiun:
    4. a) Seorang Evangelis pensiun setelah berumur 60 (enam puluh ) tahun.
    5. b) Seorang Evangelis yang belum berumur 60 (enam puluh ) tahun, tetapi telah melayani 30 (tigapuluh) tahun, dapat menerima pensiun penuh dari HKI.
    6. 4) Evangelis berhenti:
    7. a) Meninggal dunia
    8. b) Atas Permintaan sendiri.
    9. c) Tidak melaksanakan tugas (tohonan)nya sebagai Evangelis.
    10. d) Karena dijatuhi sanksi Hukum Siasat Gereja.
    11. g. Penatua (Sintua)
    12. Penatua ialah laki-laki atau perempuan yang telah menerima tahbisan (tohonan) kepenatuaan dari HKI.
    13. 1) Syarat-syarat menjadi Penatua
    14. a) Anggota jemaat yang mempersembahkan hidupnya menjadi pelayan jemaat.
    15. b) Rajin mengikuti Kebaktian Minggu dan Perjamuan Kudus.
    16. c) Tidak sedang menjalani Hukuman Siasat Gereja.
    17. d) Telah berumur minimal 21 (duapuluh satu) tahun.
    18. e) Sehat jasmani dan rohani.
    19. f) Berpendidikan minimal SLTP.
    20. g) Dipilih oleh jemaat dan disetujui oleh Pimpinan Resort.
    21. h) Menjalani pembinaan/pengajaran kepenatuaan minimal satu tahun.
    22. 2) Tugas-tugas Penatua:
    23. a) Seperti yang tertulis di dalam Agenda HKI.
    24. b) Menyusun Statistik Anggota Jemaat di sektor/wejk/lingkungannya.
    25. c) Mengikuti Sermon Penatua Jemaat dan Rapat Pelayan Jemaat.
    26. 3) Perpindahan
    27. Seorang Penatua yang pindah dari satu jemaat ke jemaat lain di HKI, tidak otomatis menjadi anggota Penatua di jemaat yang dituju, tetapi “tohonannya” sebagai Penatua tetap diakui.
    28. 4) Pensiun
    29. Seorang penatua pensiun setelah berumur 65 (enampuluh lima) tahun, tetapi “tohonannya” sebagai Penatua tetap diakui.
    30. 5) Penatua berhenti sebagai Penatua:
    31. b) Karena dijatuhi Hukuman Siasat Gereja
    32. c) Tidak melaksanakan tugasnya sebagai Penatua

PASAL 19
Hak Cuti
Setiap Pelayan berhak Cuti sebagaimana diatur dalam Peraturan kepegawaian HKI.

PASAL 20
Mutasi
  • a. Pucuk Pimpinan HKI berhak dan berwewenang menyelenggarakan mutasi bagi seluruh pelayan demi penyegaran dan pengembangan pelayanan dengan berpedoman kepada Peraturan yang berlaku di HKI.
  • b. Praeses memberi saran dan usul tertulis kepada Pucuk Pimpinan HKI untuk pertimbangan mutasi bagi seorang Pendeta, Guru Jemaat, Diakones, Bibelvrow di wilayah pelayanannya.
  • c. Pendeta Resort memberi saran dan usul tertulis kepada Praeses untuk pertimbangan mutasi bagi seorang Guru Jemaat, Diakones, Bibelvrow di wilayah pelayanannya.
  • d. Seorang Pendeta yang telah melayani paling lama 5 (lima) tahun dalam satu Resort dapat dimutasikan dan yang telah melayani 10 (sepuluh tahun) dalam satu Daerah, wajib pindah ke Daerah Lain.
  • e. Seorang Guru Jemaat yang telah melayani paling lama 10 (sepuluh) tahun dalam satu jemaat wajib pindah ke jemaat yang lain.


BAB VI
KEMAJELISAN DI HKI

PASAL 21
Majelis Jemaat
  • a. Pengertian. Majelis Jemaat adalah badan yang dibentuk oleh HKI melalui Sidang Jemaat sebagai mitra perencanaan dan pemberian pertimbangan, saran dan pendapat kepada Pimpinan Jemaat.
  • b. Komposisi Majelis Jemaat. Majelis Jemaat terdiri dari Pelayan Gerejawi dari unsur partohonan dan non-partohonan yang jumlahnya minimal 7 (tujuh) orang, maksimal 13 orang dan berjumlah ganjil, didalamnya termasuk Guru Jemaat, Sekretaris Jemaat dan Bendahara Jemaat. Unsur Partohonan harus lebih banyak minimal dua orang dari unsur non partohonan.
  • c. Syarat-syarat menjadi Majelis Jemaat:
    1. 1) Tidak sedang memegang jabatan BPKJ di Jemaat.
    2. 2) Sudah menjadi anggota jemaat HKI paling sedikit lima tahun.
    3. 3) Dipilih oleh Sidang Jemaat.
    4. 4) Usia minimal berumur 21 (duapuluh satu) tahun, maksimal 60 (enampuluh) tahun.
    5. 5) Tidak sedang menjalani Hukuman Siasat Gereja.
    6. 6) Dalam hal tidak tersedia tenaga seperti dimaksud, maka Pendeta Resort dapat memberikan dispensasi.
  • d. Tugas-tugas Majelis Jemaat:
    1. 1) Membahas dan mengevaluasi informasi pelaksanaan program Pimpinan Jemaat.
    2. 2) Membahas dan memberi pendapat dan saran atas rencana Program Pelayanan dan Pembangunan Tahunan Jemaat (PPPTJ) serta APBJ tahunan yang diajukan oleh Pimpinan Jemaat.
    3. 3) Menganjurkan kepada Pimpinan Jemaat agar melaksanakan semua keputusan Sidang Jemaat, Sidang Resort, Sidang Daerah dan Sinode.
    4. 4) Mengusulkan kepada Pimpinan Resort siapa yang menjadi pejabat guru jemaat, dalam hal guru jemaat berhalangan tetap.
    5. 5) Bersama Pimpinan Jemaat menentukan utusan Jemaat mengikuti rapat-rapat di Resort dan Daerah.
    6. 6) Meminta informasi seluas-luasnya dari Pimpinan Jemaat tentang pelaksanaan tugas Pimpinan Jemaat.
  • e. Tata kerja Majelis Jemaat
    1. 1) Paling lambat sebulan sesudah Majelis Jemaat dilantik, Pimpinan Jemaat wajib mengundang Majelis Jemaat mengadakan rapat dengan rencana acara, tempat dan waktu rapat yang jelas.
    2. 2) Pimpinan Jemaat wajib mengundang Majelis Jemaat mengadakan rapat mereka minimal sekali dalam enam (6) bulan, lengkap dengan rencana acara, tempat dan waktu rapat yang jelas.
    3. 3) Pada setiap Rapat Majelis Jemaat memilih Pimpinan dan Sekretaris Rapat, yang masa kerjanya berlaku hanya pada saat Rapat tersebut berlangsung, selanjutnya diserahkan kepada Pimpinan Jemaat hingga pada Rapat berikutnya.
    4. 4) Penotulenan Rapat Majelis Jemaat dilaksanakan oleh Sekretaris Rapat Majelis Jemaat.
    5. 5) Rapat Majelis Jemaat sah apabila dihadiri oleh lebih dari setengah jumlah anggota Majelis Jemaat (1/2n + 1).
    6. 6) Dalam hal Rapat Majelis Jemaat tidak memenuhi quorum, maka Rapat Majelis Jemaat diundurkan paling lama 14 (empat belas) hari berikutnya. Rapat Majelis Jemaat yang diadakan sebagai pengunduran rapat yang lalu sah walaupun tidak dihadiri setengah dari jumlah anggota Majelis Jemaat. Dalam undangan rapat harus diberitahu bahwa rapat yang akan diadakan itu adalah pengunduran rapat yang lalu.
    7. 7) Keputusan Rapat Majelis Jemaat bersifat mengikat dan berlaku bagi seluruh umat di Jemaat itu dan bagi semua pelayan dan alat pelayanan di Jemaat itu. Keputusan itu tetap berlaku sebelum ada pengubahan dari Rapat Majelis Jemaat berikutnya atau dari Sidang Jemaat atau dari Pimpinan Resort atau Pimpinan Daerah atau Pusat.

PASAL 22
Majelis Resort
  • a. Pengertian. Majelis Resort adalah badan yang dibentuk oleh HKI melalui Sidang Resort sebagai mitra perencanaan, dan pemberian pertimbangan, saran dan pendapat kepada Pimpinan Resort.
  • b. Komposisi Majelis Resort. Majelis Resort (MR) terdiri dari Pelayan Gerejawi (Partohonan) dan non-Partohonan yang jumlahnya minimal 7 (tujuh) orang dan maksimal 13 (tiga belas) orang, dan berjumlah ganjil, di dalamnya termasuk Pendeta Resort, Sekretaris Resort dan Bendahara Resort. Unsur Partohonan harus lebih banyak minimal dua orang dari unsur non-Partohonan.
  • c. Syarat-syarat menjadi Majelis Resort (MR):
    1. Tidak duduk dalam BPKR.
    2. Dipilih oleh Sidang Resort dari anggota Sidang Resort yang hadir.
    3. Usia minimal 21 (duapuluh satu) tahun, dan maksimal 60 (enam puluh) tahun.
    4. Tidak sedang menjalani Hukuman Siasat Gereja.
    5. Minimal berpendidikan SLTA atau sederajat.
    6. Dalam hal tidak tersedia tenaga seperti dimaksud, maka Praeses dapat memberikan dispensasi.
  • d. Tugas-tugas Majelis Resort (MR):
    1. Membahas dan mengevaluasi informasi pelaksanaan program Pimpinan Resort.
    2. Membahas dan memberi saran dan pendapat atas rencana Program pelayanan dan pembangunan serta APBR tahunan yang diajukan oleh Pimpinan Resort.
    3. Menganjurkan Pimpinan Resort untuk menjabarkan dan melaksanakan segala petunjuk, pedoman, dan keputusan yang datangnya dari Daerah, dan PUCUK PIMPINAN .
    4. Bersama Pimpinan Resort menentukan utusan Resort mengikuti rapat-rapat di Daerah dan dalam kegiatan yang dilakukan Pusat.
    5. Meminta informasi seluas-luasnya dari Pimpinan Resort tentang pelaksanaan tugas Pimpinan Resort.
  • e. Tata kerja Majelis Resort.
    1. Paling lambat sebulan sesudah Majelis Resort dilantik, Pimpinan Resort wajib mengundang Majelis Resort mengadakan rapat dengan rencana acara, tempat dan waktu rapat yang jelas.
    2. Pimpinan Resort wajib mengundang Majelis Resort mengadakan rapat mereka minimal sekali dalam enam (6) bulan, lengkap dengan rencana acara, tempat dan waktu rapat yang jelas.
    3. Pada setiap Rapat Majelis Resort memilih Pimpinan dan Sekretaris Rapat, yang masa kerjanya berlaku hanya pada saat Rapat tersebut berlangsung, selanjutnya diserahkan kepada Pimpinan Resort hingga pada Rapat berikutnya.
    4. Penotulenan (perisalahan) rapat dilaksanakan oleh Sekretaris Rapat Mejelis Resort.
    5. Rapat Majelis Resort sah apabila dihadiri oleh lebih dari setengah jumlah anggota Majelis Resort (1/2n + 1).
    6. Dalam hal Rapat Majelis Resort tidak memenuhi quorum, maka Rapat Majelis Resort diundurkan paling lama 14 (empat belas) hari berikutnya. Rapat Majelis Resort yang diadakan sebagai pengunduran rapat yang lalu sah walaupun tidak dihadiri setengah dari jumlah anggota Majelis Resort. Dalam undangan rapat harus diberitahu bahwa rapat yang akan diadakan itu adalah pengunduran rapat yang lalu.
    7. Keputusan Rapat Majelis Resort bersifat mengikat dan berlaku bagi seluruh umat di Resort itu dan bagi semua pelayan dan alat pelayanan di Resort itu. Keputusan itu tetap berlaku sebelum ada pengubahan dari Rapat Majelis Resort berikutnya atau dari Sidang Resort atau dari Pimpinan Daerah atau Pusat.

Pasal 23
Majelis Daerah
  • a. Pengertian. Majelis Daerah adalah badan yang dibentuk oleh HKI melalui Sidang Daerah sebagai mitra perencanaan dan pemberian pertimbangan, saran dan pendapat kepada Pimpinan Daerah.
  • b. Komposisi Majelis Daerah. Majelis Daerah terdiri dari Pelayan Gerejawi dari unsur partohonan dan non-partohonan yang jumlahnya minimal 7(tujuh) orang, maksimal 13 orang dan berjumlah ganjil, didalamnya termasuk Praeses, Sekretaris Daerah dan Bendahara Daerah. Unsur Partohonan harus lebih banyak minimal dua orang dari unsur non partohonan.
  • c. Syarat-syarat menjadi Majelis Daerah (MD):
  • 1) Tidak duduk dalam BPKD.
  • 2) Dipilih oleh Sidang Daerah dari anggota Sidang Daerah yang hadir.
  • 6) Dalam hal tidak tersedia tenaga seperti dimaksud, maka PUCUK PIMPINAN dapat memberikan dispensasi.
  • d. Tugas-tugas Majelis Daerah (MD):
  • 1) Membahas dan mengevaluasi informasi pelaksanaan program Pimpinan Daerah.
  • 2) Membahas dan memberi saran dan pendapat atas rencana Program pelayanan dan pembangunan serta APBR tahunan yang diajukan oleh Pimpinan Daerah.
  • 3) Menganjurkan Pimpinan Daerah untuk menjabarkan dan melaksanakan segala petunjuk, pedoman, dan keputusan yang datangnya dari PUCUK PIMPINAN .
  • 4) Bersama Pimpinan Daerah menentukan utusan Daerah mengikuti rapat-rapat di Daerah dan dalam kegiatan yang dilakukan Pusat.
  • 5) Meminta informasi seluas-luasnya dari Pimpinan Daerah tentang pelaksanaan tugas Pimpinan Daerah.
  • e. Tata kerja Majelis Daerah
  • 1) Paling lambat sebulan sesudah Majelis Daerah dilantik, Pimpinan Daerah wajib mengundang Majelis Daerah mengadakan rapat dengan rencana acara, tempat dan waktu rapat yang jelas.
  • 2) Pimpinan Daerah wajib mengundang Majelis Daerah mengadakan rapat mereka minimal sekali dalam enam (6) bulan, lengkap dengan rencana acara, tempat dan waktu rapat yang jelas.
  • 3) Pada setiap Rapat Majelis Daerah memilih Pimpinan dan Sekretaris Rapat, yang masa kerjanya berlaku hanya pada saat Rapat tersebut berlangsung, selanjutnya diserahkan kepada Pimpinan Daerah hingga pada Rapat berikutnya.
  • 4) Penotulenan Rapat Majelis Daerah dilaksanakan oleh Sekretaris Rapat Majelis Daerah.
  • 5) Rapat Majelis Daerah sah apabila dihadiri oleh lebih dari setengah jumlah anggota Majelis Daerah (1/2n + 1).
  • 6) Dalam hal Rapat Majelis Daerah tidak memenuhi quorum, maka Rapat Majelis Daerah diundurkan paling lama 14 (empat belas) hari berikutnya. Rapat Majelis Daerah yang diadakan sebagai pengunduran rapat yang lalu sah walaupun tidak dihadiri setengah dari jumlah anggota Majelis Daerah. Dalam undangan rapat harus diberitahu bahwa rapat yang akan diadakan itu adalah pengunduran rapat yang lalu.
  • 7) Keputusan Rapat Majelis Daerah bersifat mengikat dan berlaku bagi seluruh umat di Daerah itu dan bagi semua pelayan dan alat pelayanan di Daerah itu. Keputusan itu tetap berlaku sebelum ada pengubahan dari Rapat Majelis Daerah berikutnya atau dari Sidang Daerah atau dari Pucuk Pimpinan.

PASAL 24
Majelis Pusat
  • a. Pengertian. Majelis Pusat adalah badan yang dibentuk oleh HKI melalui Sinode yang bekerja sebagai mitra Pucuk Pimpinan mengolah serta merumuskan Keputusan Sinode sehingga HKI mencapai visi dan misinya sesuai dengan Tugas dan panggilan gereja berdasarkan ajaran Alkitab, Konfesi yang dianut HKI.
  • b. Komposisi Majelis Pusat (MP)
    1. Delapan (8) orang dari unsur Pendeta
    2. Tujuh (7) orang dari unsur non Pendeta
  • c. Syarat-syarat menjadi Majelis Pusat (MP):
    1. Dari unsur Pendeta
      • a) Telah menjadi Pendeta HKI sedikitnya 15 Tahun dan telah pernah menjadi Pendeta Resort sedikitnya 5 Tahun.
      • b) Tidak sedang menjalani Hukuman Siasat Gereja.
      • c) Umur tidak kurang dari 40 Tahun dan tidak lebih dari 60 Tahun sewaktu pemilihan.
      • d) Anggota Sinode dan hadir pada waktu sinode mengadakan pemilihan anggota Majelis Pusat.
      • e) Tidak pegawai negeri atau swasta.
    2. Dari unsur non Pendeta
      • a) Telah melayani sebagai pelayan gerejawi di HKI sedikitnya 5 (lima) tahun dan pernah menjadi anggota Majelis Resort atau Majelis Daerah.
      • b). Tidak sedang menjalani Hukuman Siasat Gereja..
      • c). Usia tidak kurang dari 35 (tiga puluh lima) tahun, dan tidak lebih dari 60 (enam puluh) tahun sewaktu pemilihan.
      • d). Anggota Sinode dan hadir pada waktu Sinode mengadakan pemilihan Majelis Pusat
      • e). Minimal berpendidikan SLTA atau sederajat.
      • f). Dicalonkan oleh Daerah di mana si calon terdaftar.
    3. Pengganti Antar Waktu: Dalam hal seorang Majelis Pusat berhalangan tetap, maka PUCUK PIMPINAN menetapkan Majelis Pusat pengganti dari antara calon peraih suara terbanyak yang tersisih pada Sinode pemilihan.
  • d. Tugas-tugas Majelis Pusat (MP):
    1. Majelis Pusat dan Pucuk Pimpinan bersama-sama menjabarkan keputusan sinode HKI.
    2. Bersama-sama dengan Pucuk Pimpinan membuat Peraturan yang diperlukan demi tercapainya Tri Tugas Panggilan Gereja HKI.
    3. Bersama-sama dengan Pucuk Pimpinan HKI membahas dan menetapkan Anggaran HKI.
    4. Bersama-sama dengan Pucuk Pimpinan menyusun Laporan Pertanggungjawaban pelaksanaan tugas kepada Sinode.
  • e. Peserta Rapat Majelis Pusat HKI.
    1. Pucuk Pimpinan.
    2. Majelis Pusat
  • f. Tata kerja Majelis Pusat
    1. Paling lambat dua bulan setelah Sinode Periode Majelis Pusat wajib mengadakan rapat.
    2. Pada setiap Rapat Majelis Pusat memilih Pimpinan dan Sekretaris rapat yang masa kerjanya berlaku hanya pada saat rapat tersebut berlangsung selanjutnya diserahkan kepada PP hingga pada rapat berikutnya.
    3. Penotulenan Rapat Majelis Pusat HKI dilaksanakan oleh Sekretaris Rapat Majelis Pusat HKI dan paling lambat satu bulan setelah Rapat, Keputusan dan notulen rapat harus sudah diserahkan kepada Pucuk Pimpinan untuk disahkan dan diundangkan.
    4. Majelis Pusat HKI wajib mengadakan rapat pleno sekali enam (6) bulan.
    5. Dalam rapat Majelis Pusat, Pucuk Pimpinan berkewajiban memberi informasi tertulis maupun lisan sehubungan dengan pengembanan tugas-tugas Pucuk Pimpinan.
    6. Rapat Majelis Pusat HKI sah apabila dihadiri lebih dari setengah jumlah anggota Majelis Pusat (1/2 n + 1).
    7. Dalam hal rapat Majelis Pusat HKI tidak memenuhi quorum, maka rapat pleno itu diundurkan paling lama tiga puluh hari berikutnya, dan rapat tersebut sah meskipun tidak memenuhi quorum.
    8. Keputusan Rapat Majelis Pusat HKI sah bila keputusan itu disetujui oleh lebih dari setengah jumlah suara Majelis Pusat yang hadir pada rapat itu.


BAB VII
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

Pasal 25
Pengertian dan Tingkatan
  • a. Pengertian. Badan Pemeriksa keuangan (BPK) adalah Badan yang dibentuk HKI untuk memeriksa seluruh harta kekayaan HKI di lingkup tingkat pelayanan masing-masing, dengan berpedoman kepada Peraturan Penatalayanan Keuangan HKI.
  • b. Tingkatan Badan Pemeriksa Keuangan
    1. Badan Pemeriksa Keuangan Pusat dibentuk di tingkat Pusat oleh Sinode.
    2. Badan Pemeriksa Keuangan Daerah dibentuk di tingkat daerah oleh Sidang Daerah.
    3. Badan Pemeriksa Keuangan Resort dibentuk di tingkat Resort oleh Sidang Resort.
    4. Badan Pemeriksa Keuangan Jemaat dibentuk di tingkat Jemaat oleh Sidang Jemaat.

PASAL 26
Badan Pemeriksa Keuangan Jemaat (BPKJ)
  • a. Komposisi Badan Pemeriksa Keuangan Jemaat. Badan Pemeriksa Keuangan Jemaat (BPKJ) terdiri dari 3 (tiga) orang yang dipilih Sidang Jemaat dari partohonan atau non-partohonan anggota Jemaat, tetapi yang tidak menduduki jabatan Pimpinan dan Majelis di Jemaat.
  • b. Syarat-syarat dapat dipilih menjadi BPKJ:
    1. Usia minimal 21 tahun dan maksimal 60 tahun dan sedikitnya sudah menjadi anggota Jemaat HKI selama 5 tahun.
    2. Tidak sedang menjalani Hukuman Siasat Gereja.
    3. Mempunyai keterampilan dalam mengelola keuangan.
    4. Bersedia menjadi Badan Pemeriksa Keuangan Jemaat.
    5. Anggota Sidang Jemaat dan hadir pada waktu Sidang jemaat mengadakan pemilihan BPKJ.
    6. Dipilih menjadi BPKJ oleh Sidang Jemaat.
  • c. Tugas-tugas BPKJ:
    1. Mengawasi dan memeriksa pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja HKI serta pengelolaan harta kekayaan milik HKI di Jemaat.
    2. Menerima informasi seluas-luasnya menyangkut pengelolaan seluruh harta kekayaan HKI di jemaat dari Pimpinan Jemaat.
    3. Memberikan saran-saran pengelolaan seluruh harta kekayaan HKI dalam ruang lingkup jemaat kepada Pimpinan Jemaat.
    4. Memberikan Laporan hasil pemeriksaan keuangan jemaat kepada Majelis Jemaat dan Pimpinan Resort.
    5. Mempertanggungjawabkan pengembanan tugasnya kepada Sidang Jemaat. Laporan Pertanggungjawaban Pengembanan Tugas BPKJ harus terlebih dahulu dikonfirmasi kepada Pimpinan Jemaat sebelum dilaporkan kepada Sidang Jemaat. Laporan Pertanggungjawaban tugas BPKJ yang belum dikonfirmasikan kepada Pimpinan Jemaat dianggap tidak sah.

PASAL 27
Badan Pemeriksa Keuangan Resort (BPKR)
  • a. Komposisi Badan Pemeriksa Keuangan Resort. Badan Pemeriksa Keuangan Resort (BPKR) terdiri dari 3 (tiga) orang yang dipilih Sidang Resort dari partohonan atau non-partohonan anggota Jemaat, tetapi yang tidak menduduki jabatan Pimpinan dan Majelis di Resort.
  • b. Syarat-syarat dapat dipilih menjadi BPKR:
    1. Usia minimal 21 tahun dan maksimal 60 tahun dan sedikitnya sudah anggota Jemaat HKI 5 (lima tahun) tahun.
    2. Tidak sedang menjalani Hukuman Siasat Gereja.
    3. Mempunyai keterampilan dalam mengelola keuangan.
    4. Bersedia menjadi Badan Pemeriksa Keuangan Resort.
    5. Anggota Sidang Resort dan hadir pada waktu Sidang Resort mengadakan pemilihan BPKR.
    6. Dipilih menjadi BPKR oleh Sidang Resort.
  • c. Tugas-tugas BPKR:
    1. Mengawasi dan memeriksa pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja HKI serta pengelolaan harta kekayaan milik HKI di Resort.
    2. Memeriksa harta kekayaan HKI di Jemaat atas permintaan Pimpinan Resort.
    3. Menerima informasi seluas-luasnya menyangkut pengelolaan seluruh harta kekayaan HKI di Resort dari Pimpinan Resort.
    4. Memberikan saran-saran pengelolaan seluruh harta kekayaan HKI dalam ruang lingkup Resort kepada Pimpinan Resort.
    5. Memberikan Laporan hasil pemeriksaan keuangan Resort kepada Majelis Resort dan Pimpinan Daerah.
    6. Mempertanggungjawabkan pengembanan tugasnya kepada Sidang Resort. Laporan Pertanggungjawaban tugas BPKR harus terlebih dahulu dikonfirmasi kepada Pimpinan Resort sebelum dilaporkan kepada Sidang Resort. Laporan Pertanggungjawaban tugas BPKR yang belum dikonfirmasikan kepada Pimpinan Resort dianggap tidak sah.

PASAL 28
Badan Pemeriksa Keuangan Daerah (BPKD)
a. Komposisi Badan Pemeriksa Keuangan Daerah.
Badan Pemeriksa Keuangan Daerah (BPKD) terdiri dari 3 (tiga) orang yang dipilih Sidang Daerah dari partohonan atau non-partohonan anggota Jemaat, tetapi yang tidak menduduki jabatan Pimpinan dan Majelis di Daerah.
b. Syarat-syarat dapat dipilih menjadi BPKD:
1) Usia minimal 25 tahun dan maksimal 60 tahun dan sedikitnya sudah anggota Jemaat HKI 5 (lima tahun) tahun.
3) Mempunyai keterampilan khusus di bidang Akuntansi atau pengelolaan keuangan.
4) Bersedia menjadi Badan Pemeriksa Keuangan Daerah.
5) Anggota Sidang Daerah dan hadir pada waktu Sidang Daerah mengadakan pemilihan BPKD.
6) Dipilih menjadi BPKD oleh Sidang Daerah.
c. Tugas-tugas BPKD:
1) Mengawasi dan memeriksa pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja HKI serta pengelolaan harta kekayaan milik HKI di Daerah.
2) Menerima informasi seluas-luasnya menyangkut pengelolaan seluruh harta kekayaan HKI di Daerah dari Pimpinan Daerah.
3) Memberikan saran-saran pengelolaan seluruh harta kekayaan HKI dalam ruang lingkup Resort kepada Pimpinan Daerah.
4) Memberikan Laporan hasil pemeriksaan keuangan Resort kepada Majelis Daerah dan Pucuk Pimpinan.
5) Mempertanggungjawabkan tugasnya kepada Sidang Daerah. Laporan Pertanggungjawaban tugas BPKD harus terlebih dahulu dikonfirmasikan kepada Pimpinan Daerah sebelum dilaporkan kepada Sidang Daerah. Laporan Pertanggungjawaban tugas BPKD yang belum dikonfirmasikan kepada Pimpinan Daerah dianggap tidak sah.
6) Memeriksa harta kekayaan Jemaat atau Resort atas permintaan Pimpinan Daerah.

Pasal 29
Badan Pemeriksa Keuangan Pusat (BPKP)
a. Komposisi Badan Pemeriksa Keuangan Pusat.
Badan Pemeriksa Keuangan Pusat (BPKP) terdiri dari 3 (tiga) orang yang dipilih Sinode dari partohonan atau non-partohonan anggota Jemaat, tetapi yang tidak menduduki jabatan Pimpinan atau Majelis Pusat.
b. Syarat-syarat dapat dipilih menjadi BPKP:
1) Usia minimal 35 tahun dan maksimal 60 tahun, sudah anggota Jemaat HKI 10 tahun.
3) Mempunyai keterampilan khusus di bidang Akuntansi atau pengelolaan keuangan yang dibuktikan dengan foto copy ijazah atau biodata (tertulis).
4) Bersedia menjadi Badan Pemeriksa Keuangan Pusat.
5) Anggota Sinode dan hadir pada waktu Sinode mengadakan pemilihan BPKP.
6) Dipilih menjadi BPKP oleh Sinode .
c.Tugas-tugas BPKP:
1) Mengawasi dan memeriksa pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja HKI serta pengelolaan harta kekayaan milik HKI di Pusat.
2) Menerima informasi seluas-luasnya menyangkut pengelolaan seluruh harta kekayaan HKI Pusat.
3) Memberikan saran-saran pengelolaan harta kekayaan HKI di semua tingkat pelayanan HKI kepada Pucuk Pimpinan.
4) Memberikan Laporan hasil pemeriksaan keuangan Pusat kepada Majelis Pusat dan Pucuk Pimpinan.
5) Mempertanggungjawabkan pengembanan tugasnya kepada Sinode. Laporan Pertanggungjawaban Pengembanan Tugas BPKP harus terlebih dahulu ada konfirmasi kepada Pucuk Pimpinan sebelum dilaporkan kepada Sinode. Laporan Pertanggungjawaban tugas BPKP yang belum dikonfirmasikan kepada Pucuk Pimpinan dianggap tidak sah.
6) Memeriksa harta kekayaan Jemaat, Resort dan Daerah atas permintaan Pucuk Pimpinan.

BAB VIII
PERSEKUTUAN PELAYAN DAN LEMBAGA

PASAL 30
Konven Pendeta HKI
a. Konven Pendeta (KP) HKI adalah wadah permusyawaratan Pendeta yang dipimpin oleh seorang Ketua.
b. Tugas-tugas Konven Pendeta HKI sebagai berikut:
1) Membahas, mengkaji serta merumuskan ajaran, teologi, dan usaha-usaha pengembangan HKI.
2) Mengupayakan usaha-usaha bersama Pendeta HKI demi peningkatan kesejahteraan sosial Pendeta HKI.
3) Merumuskan hal-hal yang dirasa penting disampaikan kepada Pucuk Pimpinan dan Majelis Pusat sebagai saran dan pendapat serta masukan demi kemajuan HKI.
4) Memilih Ketua Konven Pendeta HKI.
5) Rapat Konven Pendeta diadakan sedikitnya satu kali satu tahun.
c. Syarat-syarat dapat dipilih menjadi Ketua Konven Pendeta:
1) Pernah melayani sebagai Pendeta Resort sedikitnya 15 Tahun.
2) Usia minimal 40 Tahun dan maksimal 60 Tahun saat pemilihan.
3) Tidak sedang menjalani Hukuman Siasat Gereja.
4) Dipilih oleh Rapat Konven Pendeta HKI.
d. Tugas-tugas Ketua Konven Pendeta HKI sebagai berikut:
1) Menyampaikan hasil rapat Konven Pendeta HKI kepada Pucuk Pimpinan HKI.
2) Melakukan tugas-tugas yang diembankan oleh Rapat Konven Pendeta.
3) Mengundang dan memimpin Rapat Konven Pendeta HKI setelah mendapat persetujuan Ephorus.

PASAL 31
Persekutuan Guru Jemaat (PGJ) HK I
Persekutuan Guru Jemaat HKI adalah wadah permusyawaratan semua Guru Jemaat dan Pejabat Guru Jemaat HKI.
Membicarakan tugas, masalah, dan peningkatan pelayanan Guru Jemaat di HKI, dalam rangka membina dan meningkatkan citra (tohonan) guru jemaat HKI di tengah-tengah gereja dan masyarakat.
Merumuskan hal-hal yang dianggap penting disampaikan kepada Departemen Koinonia, sebagai bahan-bahan program pelayanan HKI di jemaat dan di tengah-tengah Persekutuan Guru Jemaat HKI.
Pertemuan Guru Jemaat diadakan paling sedikit satu kali dalam satu periode.

PASAL 32
Lembaga-Lembaga di HKI
Lembaga-Lembaga yang dimaksud dalam PRT ini adalah Lembaga Persatuan Ama (PA), Lembaga Persatuan Wanita (PW), Lembaga Persatuan Naposo Bulung (PNB), Lembaga Persatuan Remaja (PR), Lembaga Sekolah Minggu (SM) dan Lembaga Pengembangan Masyarakat (PM).
Pengurus Pusat masing-masing Lembaga dipilih oleh sidang masing-masing Lembaga sesuai dengan peraturan yang berlaku untuk ditetapkan Pucuk Pimpinan dan dilantik oleh Kepala Departemen Koinonia.
Periode Kepengurusan di Lembaga-lembaga HKI sekali lima tahun.
Rapat Lembaga dipanggil oleh Pengurus Lembaga setelah mendapat persetujuan Pimpinan Unit setiap tingkatan.


BAB IX
YAYASAN DAN BADAN USAHA

PASAL 33
Pengertian dan Pengelolaannya
Yayasan dan Badan Usaha yang didirikan oleh Pucuk Pimpinan adalah jenis-jenis usaha HKI yang dipimpin oleh Sekretaris Jenderal selaku Pucuk Pimpinan. Pengurus Yayasan dan Pengurus Badan Usaha adalah yang membantu Sekretaris Jenderal dalam memimpin Yayasan dan Badan Usaha yang bersangkutan.
Yayasan-Yayasan atau Badan-Badan dan Usaha-Usaha yang dibentuk oleh Jemaat atau Resort atau Daerah adalah milik HKI dan pertanggungjawaban pengelolaannya diberikan kepada Pimpinan di Jemaat, Resort, atau Daerah yang bersangkutan, dengan mempertanggungjawabkan pengelolaannya kepada Pimpinan yang ada di Jemaat , Resort atau Daerah.
Semua Yayasan dan Badan Usaha yang ada di HKI dan atau Usaha-Usaha/Badan yang memakai nama HKI adalah satu kesatuan milik HKI.
Yayasan dan Badan Usaha yang ada di HKI yang memakai nama HKI harus dikelola sesuai Tata Gereja HKI.
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dari setiap Yayasan dan Badan Usaha dalam HKI harus disetujui dan ditetapkan oleh Pucuk Pimpinan.
Pengurus Yayasan atau Badan Usaha yang dikelola oleh Jemaat atau Resort atau Daerah wajib membuat Laporan kepada Pucuk Pimpinan sedikitnya sekali dalam enam bulan.

PASAL 34
Hal pembentukan Lembaga atau Badan atau Yayasan Baru di HKI
Dalam hal Pucuk Pimpinan HKI membentuk suatu Badan Usaha, atau Lembaga, atau Yayasan milik HKI, maka Pucuk Pimpinan HKI menyusun peraturan masing-masing dengan mengacu kepada Tata Gereja HKI, untuk diajukan kepada Majelis Pusat guna mendapat persetujuan.


BAB X
SINODE, SIDANG, RAPAT DAN PERIODE

PASAL 35
SINODE
Sinode adalah rapat tertinggi yang diadakan HKI sebagai tempat musyawarah mencapai mufakat dalam mengambil keputusan yang akan dilaksanakan dan dipatuhi oleh semua anggota HKI dan para pelayannya.
b. Jenis-jenis Sinode di HKI:
1) Sinode Periode (Pemilihan).
Sinode Periode (Pemilihan) diadakan sekali dalam 5 (lima) tahun.
2) Sinode Kerja.
Sinode Kerja adalah sinode yang diadakan sekali dalam pertengahan periode 5 (lima) tahun (dua setengah tahun setelah sinode periode).
3) Sinode Istimewa.
Sinode Istimewa adalah sinode yang diadakan apabila 2/3 dari jumlah peserta Sinode dalam periode itu meminta secara tertulis kepada Majelis Pusat HKI dan disetujui Rapat Konven Pendeta HKI.
c. Peserta sinode
1) Anggota Sinode
a) Pucuk Pimpinan HKI.
b) Majelis Pusat (MP).
c) Badan Pemeriksa Keuangan Pusat (BPKP).
d) Semua Praeses.
e) Semua Ketua Umum Lembaga tingkat Pusat.
f) Seorang wakil utusan Badan-Badan Usaha yang dihunjuk Pucuk Pimpinan.
g) Semua Pendeta HKI yang aktif.
h) Satu (1) orang utusan Guru Jemaat dari setiap Daerah.
i) Satu (1) orang utusan Penatua (Sintua) dari setiap Daerah.
j) Satu (1) orang utusan masing-masing mewakili Lembaga Persatuan Ama (LPA), Lembaga Persatuan Wanita (LPW), Lembaga Persatuan Naposo Bulung (LPNB), dari setiap Daerah
k) Satu (1) orang utusan Penginjil Wanita (Bibelvrow) HKI yang dihunjuk Pucuk Pimpinan HKI.
l) Satu (1) orang utusan Penginjil Pria (Evangelis) HKI yang dihunjuk Pucuk Pimpinan HKI.
m) Satu (1) orang utusan mewakili Diakones HKI yang dihunjuk Pucuk Pimpinan HKI.
n) Satu orang utusan anggota jemaat dari setiap resort.
2) Peserta tamu
a) Peninjau dua (2) orang dari setiap daerah.
b) Undangan, narasumber dan tamu.
d. Tugas Sinode.
1) Menetapkan anggota Sinode HKI untuk periode 5 (lima) tahun.
2) Mengesahkan quorum tidaknya sinode.
3) Memilih tiga orang yang bertugas sebagai Majelis Ketua Persidangan Sinode dan dua orang notulis sinode dari kalangan anggota sinode.
4) Menetapkan jadwal acara sinode.
5) Membahas dan menetapkan Program dan Anggaran Pendapatan dan Belanja HKI.
6) Mendengar, membahas, menilai dan menetapkan pendapat akhir tentang Laporan Pertanggungjawaban Pucuk Pimpinan ( PP ) bersama Majelis Pusat (MP) dan BPKP.
7) Mengubah ataupun merevisi dan menetapkan Tata Gereja HKI, Peraturan-peraturan HKI, Garis-Garis Besar dan Strategi Umum Program Pembangunan dan Pelayanan HKI.
8) Membicarakan dan membahas kehidupan kerohanian dan peningkatan kesaksian, persekutuan dan pelayanan HKI secara umum.
9) Meneguhkan Jemaat baru, Resort baru dan Daerah yang baru di HKI.
10) Mendengar dan membahas serta mengambil keputusan terakhir tentang usul-usul dari Daerah, Majelis Pusat, Badan Pemeriksa Keuangan Pusat dan Pucuk Pimpinan.
11) Memilih dan mengangkat Ephorus, Sekretaris Jenderal, Majelis Pusat, Praeses dan Badan Pemeriksa Keuangan Pusat.
12) Sinode Istimewa mengambil keputusan tentang masalah yang membuat diadakannya Sinode Istimewa itu.
e. Pelaksanaan Sinode HKI (Sinode Periode dan Sinode Kerja)
1) Pimpinan Sinode adalah Ephorus.
2) Pucuk Pimpinan adalah penanggungjawab penyelenggaraan Sinode.
3) Pucuk Pimpinan mengundang peserta Sinode paling lambat dua (2) bulan sebelum pelaksanaan sinode.
4) Pucuk Pimpinan mengangkat dan memberhentikan Panitia Penyelenggara Sinode HKI melalui surat Ketetapan.
5) Pucuk Pimpinan mempersiapkan semua bahan persidangan, dan hal-hal yang menyangkut tentang Sinode.
6) Pucuk Pimpinan mengirimkan bahan-bahan sinode kepada anggota sinode sehingga mereka mendapat bahan-bahan itu minimal dua (2) minggu sebelum pelaksanaan sinode.
7) Sinode dinyatakan sah apabila dihadiri lebih dari setengah jumlah anggota sinode.
8) Sinode HKI dibuka dan ditutup oleh Ephorus HKI.
9) Pembukaan dan penutupan sinode diisi dengan kebaktian yang dipimpin oleh Pucuk Pimpinan atau yang dihunjuk Pucuk Pimpinan.
10) Untuk memperlancar jalannya persidangan sinode, sinode mengangkat Majelis Ketua Persidangan Sinode yang terdiri dari 3 orang, yaitu dua orang Pendeta dan satu orang non Pendeta.
11) Untuk musyawarah mencapai mufakat dan mengambil keputusan tertinggi dan terbaik, sinode mengadakan sidang pleno dan sidang kelompok menurut perlunya.
12) Sidang sinode dilaksanakan sesuai dengan Tata Tertib Rapat di HKI dan Tata Tertib Sinode.
13) Mufakat dan Keputusan yang diambil di sinode harus dapat dibawa oleh peserta sinode pada hari penutupan sinode.
f. Pelaksanaan Sinode Istimewa (SI) HKI.
1) Sinode Istimewa diperlukan dan dilaksanakan dengan alasan:
a) Apabila Ephorus tidak mampu dan tidak dapat lagi melaksanakan tugas pelayanannya karena tidak sehat atau karena meninggal dunia, maka Sinode Istimewa dapat dilaksanakan untuk memilih Ephorus untuk meneruskan masa periode yang masih tersisa.
b) Apabila ada hal tertentu yang perlu disikapi bersama oleh seluruh HKI, baik mengenai hal yang terjadi di dalam HKI sendiri maupun hal yang terjadi di luar HKI (misalnya di negara atau di masyarakat).
c) Sinode Istimewa diadakan atas permintaan tertulis dari dua pertiga (2/3) dari jumlah anggota sinode kepada Majelis Pusat, dan permintaan itu dikabulkan oleh Rapat Majelis Pusat dan Rapat Konven Pendeta.
d) Majelis Pusat memberikan mandat kepada Ketua Konven Pendeta mengundang anggota sinode.
e) Penanggungjawab penyelenggaraan sinode istimewa adalah Ketua Konven Pendeta.
2) Dalam menyelenggarakan sinode istimewa Ketua Konven Pendeta dibantu oleh dua orang pendeta untuk mempersiapkan hal-hal yang dibutuhkan untuk sinode istimewa.
3) Penangungjawab penyelenggara sinode istimewa mengangkat dan memberhentikan panitia penyelenggara sinode istimewa.
4) Sinode istimewa sah dan memenuhi quorum apabila dihadiri setengah dari jumlah anggota sinode.
5) Sinode istimewa mengesahkan quorum tidaknya sinode istimewa.
6) Memilih tiga orang yang bertugas sebagai Majelis Ketua Persidangan Sinode istimewa yang terdiri dari dua orang Pendeta dan satu orang non-Pendeta.
7) Menetapkan jadwal acara sinode istimewa.
8) Mengesahkan dan menetapkan tata Tertib Sinode istimewa.
9) Mendengar dari Ketua Konven Pendeta tentang alasan mengapa dilaksanakan sinode istimewa.
10) Membahas, dan mengambil mufakat maupun keputusan tertinggi dan terbaik tentang masalah yang sedang dipergumulkan dalam sinode istimewa.
11) Sinode Istimewa memilih 3 (tiga) orang peserta Sinode menjadi Notulis atas usul Pimpinan Sidang.
12) Sinode Istimewa HKI dimulai dengan Kebaktian Pembukaan yang dipimpin oleh Ketua Konven Pendeta (KKP) dan ditutup dengan kebaktian yang dipimpin oleh Pucuk Pimpinan HKI terpilih.
13) Dalam hal sinode istimewa memilih Ephorus atau PUCUK PIMPINAN HKI yang baru, maka sinode istimewa menghunjuk seorang pendeta yang lebih tua dari Ephorus terpilih untuk melantik Ephorus yang baru dalam kebaktian penutupan sinode istimewa.

Pasal 36
SIDANG
Sidang adalah rapat lengkap yang diadakan HKI di Tingkat Daerah, Resort dan Jemaat sebagai tempat musyawarah mencapai mufakat dalam mengambil Keputusan Bersama untuk dilaksanakan dan dipatuhi oleh semua anggota HKI dan para pelayannya yang bersekutu didalam Daerah atau Resort dan atau Jemaat itu.
b. Jenis-jenis Sidang:
1) Sidang Daerah.
2) Sidang Resort.
3) Sidang Jemaat.

Pasal 37
SIDANG DAERAH
Pengertian
Sidang Daerah adalah rapat lengkap yang diadakan HKI di tingkat daerah sebagai tempat musyawarah mencapai mufakat dalam mengambil keputusan bersama untuk dilaksanakan dan dipatuhi oleh semua anggota HKI dan para pelayannya di daerah itu.
b. Peserta Sidang Daerah
1) Praeses.
2) Majelis Daerah (MD).
3) Badan Pemeriksa Keuangan Daerah (BPKD).
4) Seorang wakil utusan Badan-Badan Usaha Milik Daerah yang dihunjuk Pimpinan Daerah.
5) Semua Pendeta HKI yang melayani di daerah itu (yaitu Pendeta Resort dan pendeta yang ditugaskan Pucuk Pimpinan melayani di pelayanan umum HKI atau di badan-badan oikumenis di luar HKI yang berada di daerah itu).
6) Satu (1) orang utusan Guru Jemaat dari setiap Resort.
7) Satu (1) orang utusan Penatua (Sintua) dari setiap Resort.
8) Satu (1) orang utusan Penginjil Wanita (Bibelvrow) HKI yang ada di daerah itu.
9) Satu (1) orang utusan Diakones HKI yang melayani di Daerah itu.
10) Satu (1) orang utusan Penginjil Pria (Evangelis) HKI yang ada di daerah itu.
11) Semua Ketua Lembaga berstatus Daerah.
12) Satu (1) orang utusan setiap lembaga dari semua resort yang di Daerah itu.
13) Dua (2) orang utusan anggota jemaat dari setiap resort.
14) Semua Pengurus Bidang di Daerah
15) Peninjau satu (1) orang dari setiap resort.
16) Undangan, narasumber dan tamu.
c. Tugas Sidang Daerah
Menetapkan anggota Sidang Daerah HKI untuk periode 5 (lima) tahun.
Menetapkan jadwal acara sidang daerah.
Mengesahkan dan menetapkan tata Tertib Sidang Daerah.
Membahas dan menetapkan Program Kerja dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Mendengar dan membahas Laporan Pertangungjawaban Pimpinan Daerah sekaligus laporan Majelis Daerah dan Badan Pemeriksa Keuangan Daerah.
Membahas ataupun merevisi dan menetapkan, Program Pelayanan dan Pembangunan Tahunan Daerah (PPPTD) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Membicarakan dan membahas kehidupan kerohanian dan peningkatan kesaksian, persekutuan dan pelayanan HKI di daerah.
Meneguhkan Jemaat baru dan Resort baru di Daerah itu.
Mendengar dan membahas serta mengambil keputusan terbaik tentang usul-usul dari jemaat dan resort maupun usul-usul dari Pimpinan Daerah, Majelis Daerah dan Badan Pemeriksa Keuangan Daerah.
Memilih Majelis Daerah, Sekretaris Daerah dan Badan Pemeriksa Keuangan Daerah (BPKD).
Merekomendasikan peserta sinode utusan Resort dan memilih peserta sinode utusan daerah.
d. Pelaksanaan Sidang Daerah
1) Pimpinan Sidang Daerah adalah Praeses.
2) Untuk memperlancar jalannya persidangan, sidang Daerah memilih dua orang yang bertugas sebagai Majelis Ketua Persidangan dan satu orang notulis dari antara peserta sidang.
3) Sidang Daerah dilaksanakan paling sedikit 2 (dua) kali dalam 1 (satu) periode.
4) Pimpinan Daerah mengundang peserta Sidang Daerah paling lambat satu(1) bulan sebelum pelaksanaan Sidang Daerah.
5) Pimpinan Daerah mengangkat dan memberhentikan Panitia Penyelenggara Sidang Daerah HKI melalui surat Ketetapan.
6) Pimpinan Daerah mempersiapkan semua bahan persidangan, dan hal-hal yang menyangkut tentang Sidang Daerah.
7) Pimpinan Daerah mengirimkan bahan-bahan sidang daerah kepada anggota sidang daerah sehingga mereka mendapat bahan-bahan itu minimal satu (1) minggu sebelum pelaksanaan sidang daerah.
8) Sidang Daerah dinyatakan sah apabila dihadiri lebih dari setengah jumlah anggota sidang daerah.
9) Sidang Daerah HKI dibuka dan ditutup oleh Praeses.
10) Pembukaan dan penutupan sidang daerah diisi dengan kebaktian.
11) Untuk musyawarah mengambil mufakat dan keputusan terbaik, sidang daerah dapat mengadakan sidang pleno dan sidang kelompok menurut perlunya.
12) Sidang Daerah dilaksanakan sesuai dengan Tata Tertib Rapat di HKI.

Pasal 38
SIDANG RESORT
Sidang Resort adalah rapat lengkap yang diadakan HKI di tingkat resort sebagai tempat musyawarah mencapai mufakat dan mengambil keputusan bersama untuk dilaksanakan dan dipatuhi oleh semua anggota HKI dan para pelayannya di resort itu.
b. Peserta Sidang Resort:
2) Pimpinan Resort
3) Semua anggota Majelis Resort (MR).
4) Semua anggota Badan Pemeriksa Keuangan Resort (BPKR).
5) Seorang wakil utusan Badan-Badan Usaha Milik Resort yang dihunjuk Pimpinan Resort.
6) Semua Pendeta HKI yang melayani di Resort itu (yaitu pendeta yang ditugaskan Pucuk Pimpinan melayani di pelayanan umum HKI, badan-badan oikumenis di luar HKI yang berada di resort itu).
7) Pimpinan jemaat dari setiap jemaat yang ada di Resort itu.
8) Satu (1) orang utusan Penatua (Sintua) dari setiap jemaat.
9) Penginjil Wanita (Bibelvrow) HKI yang ada di resort itu.
10) Diakones yang melayani di Resort itu.
11) Penginjil Pria (Evangelis) HKI yang ada di resort itu.
12) Semua Ketua Lembaga berstatus resort.
13) Satu (1) orang utusan setiap lembaga yang ada di seluruh jemaat se-Resort.
14) Satu (1) orang utusan mewakili setiap 50 (lima puluh) keluarga.
15) Semua Pengurus Bagian di Resort.
c. Peserta Sidang Resort Khusus
2) Pimpinan Resort.
3) Majelis Resort
4) Badan Pemeriksa Keuangan Resort.
5) Semua Pendeta HKI yang melayani di Resort Khusus itu (pendeta yang ditugaskan Pucuk Pimpinan melayani di pelayanan umum HKI, badan-badan oikumenis di luar HKI yang menjadi warga jemaat Resort khusus itu).
6) Semua Penatua.
7) Semua Pengurus Bagian di Resort Khusus.
8) Satu orang mewakili setiap sektor jemaat resort khusus itu.
9) Penginjil Wanita (Bibelvrouw) HKI yang ada di resort khusus itu.
10) Diakones yang melayani di Resort khusus itu.
11) Penginjil Pria (Evangelist) HKI yang ada di Resort khusus itu.
12) Semua Ketua Lembaga di Resort khusus itu.
13) Undangan, narasumber dan tamu.
d. Tugas Sidang Resort:
1) Menetapkan anggota Sidang Resort HKI untuk periode 5 (lima) tahun.
2) Menetapkan jadwal acara sidang resort.
3) Membahas dan menetapkan Program Kerja dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Jemaat.
4) Mendengar dan membahas Laporan Pertanggungjawaban tugas Pimpinan Resort sekaligus Laporan Majelis Resort dan Badan Pemeriksa Keuangan Resort.
5) Membahas ataupun merevisi dan menetapkan, Program Pelayanan dan Pembangunan Tahunan Resort (PPPTR) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Resort (APBR).
6) Membicarakan dan membahas kehidupan kerohanian dan peningkatan kesaksian, persekutuan dan pelayanan HKI di resort.
7) Mendengar dan membahas serta mengambil keputusan terbaik tentang usul-usul dari jemaat dan usul-usul dari Pimpinan Resort, Majelis Resort dan Badan Pemeriksa Keuangan Resort.
8) Memantapkan pengelolaan harta milik HKI di resort itu.
9) Mengambil keputusan untuk penyelesaian terbaik tentang masalah yang berlarut-larut dipermasalahkan dan tidak terselesaikan di jemaat yang ada di resort itu.
10) Menetapkan peserta Sidang Daerah dari Resort itu.
11) Memilih peserta Sinode utusan Rumah Tangga.
12) Memilih Majelis Resort, Sekretaris Resort dan Badan Pemeriksa Keuangan Resort (BPKR).
e. Pelaksanaan Sidang Resort
1) Pimpinan Sidang Resort adalah Pendeta Resort/Pimpinan Resort
2) Untuk memperlancar jalannya persidangan, Sidang Resort memilih dua orang yang bertugas sebagai Majelis Ketua Persidangan dan satu orang Notulis dari antara peserta Sidang.
3) Undangan pelaksanaan Sidang Resort dijalankan setelah mendapat persetujuan dari Praeses.
4) Sidang Resort dilaksanakan paling sedikit 2 (dua) kali dalam 1 (satu) periode.
5) Pimpinan Resort mengundang peserta Sidang Resort paling lambat satu(1) bulan sebelum pelaksanaan Sidang Resort atas persetujuan Praeses.
6) Praeses mengangkat dan memberhentikan Panitia Penyelenggara Sidang Resort HKI melalui surat Ketetapan atas usul Pimpinan Resort.
7) Pimpinan Resort mempersiapkan semua bahan persidangan, dan hal-hal yang menyangkut tentang Sidang Resort.
8) Pimpinan Resort mengirimkan bahan-bahan sidang resort kepada anggota sidang resort sehingga mereka mendapat bahan-bahan itu minimal satu (1) minggu sebelum pelaksanaan sidang resort.
9) Sidang Resort dinyatakan sah apabila dihadiri lebih dari setengah jumlah anggota sidang resort.
10) Sidang Resort HKI dibuka dan ditutup oleh Praeses.
11) Pembukaan dan penutupan sidang resort diisi dengan kebaktian.
12) Untuk musyawarah mencapai mufakat dalam mengambil keputusan terbaik, sidang resort dapat mengadakan sidang pleno dan sidang kelompok menurut perlunya.
13) Sidang Resort dilaksanakan sesuai dengan Tata Tertib Rapat di HKI.

Pasal 39
SIDANG JEMAAT
  • a. Pengertian. Sidang Jemaat adalah rapat lengkap yang diadakan HKI di tingkat jemaat sebagai tempat musyawarah jemaat mencapai mufakat dalam mengambil keputusan bersama untuk dilaksanakan dan dipatuhi oleh semua anggota HKI dan para pelayannya di jemaat itu.
  • b. Peserta Sidang Jemaat:
    1. Pendeta Resort
    2. Pimpinan Jemaat
    3. Semua anggota Majelis Jemaat (MJ).
    4. Semua anggota Badan Pemeriksa Keuangan Jemaat (BPKJ).
    5. Seorang wakil utusan Badan-Badan Usaha Milik Jemaat yang dihunjuk Pimpinan Jemaat.
    6. Pendeta HKI yang menjadi anggota di Jemaat itu (pendeta yang ditugaskan Pucuk Pimpinan melayani di pelayanan umum HKI, badan-badan oikumenis di luar HKI yang terdaftar sebagai anggota di jemaat itu).
    7. Semua Penatua (Sintua) di jemaat itu.
    8. Penginjil Wanita (Bibelvrouw) HKI yang menjadi anggota di jemaat itu.
    9. Diakones yang melayani di jemaat itu.
    10. Penginjil Pria (Evangelist) HKI yang menjadi anggota di jemaat itu.
    11. Pengurus Lembaga-lembaga yang ada di jemaat itu.
    12. Kepala-kepala seksi dan semua Pengurus Seksi di Jemaat.
    13. Semua anggota Rumah Tangga dan anggota sidi yang terdaftar sebagai anggota jemaat itu.
    14. Praeses yang hadir.
    15. Undangan, narasumber dan tamu.
  • c. Tugas Sidang Jemaat:
    1. Menetapkan anggota Sidang Jemaat HKI yang sedang dilaksanakan.
    2. Menetapkan jadwal acara sidang jemaat.
    3. Mendengar dan membahas Laporan Pertanggungjawaban tugas Pimpinan Jemaat sekaligus Laporan Majelis Jemaat dan Badan Pemeriksa Keuangan Jemaat.
    4. Membahas ataupun merevisi dan menetapkan, Program Pelayanan dan Pembangunan Tahunan Jemaat (PPPTJ) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Jemaat (APBJ).
    5. Membicarakan dan membahas kehidupan kerohanian dan peningkatan kesaksian, persekutuan dan pelayanan HKI di jemaat.
    6. Mendengar dan membahas serta mengambil keputusan terbaik tentang usul-usul dari sektor-sektor dan usul-usul dari Pimpinan Jemaat, Majelis Jemaat dan Badan Pemeriksa Keuangan Jemaat.
    7. Memantapkan pengelolaan harta milik HKI di jemaat itu.
    8. Mengambil keputusan untuk penyelesaian terbaik tentang masalah yang berlarut-larut dipermasalahkan dan tidak terselesaikan di sektor yang ada di jemaat itu.
    9. Memilih Majelis Jemaat, Sekretaris Jemaat dan Badan Pemeriksa Keuangan Jemaat (BPKJ).
    10. Menetapkan peserta Sidang Resort dan Sidang Daerah dari Jemaat itu.
  • d. Pelaksanaan Sidang Jemaat
    1. 1) Pimpinan Sidang Jemaat adalah Guru Jemaat / Pimpinan Jemaat.
    2. 2) Untuk memperlancar jalannya persidangan, sidang jemaat memilih dua orang yang bertugas sebagai Majelis Ketua Persidangan Sidang Jemaat dan satu orang notulis dari antara peserta sidang.
    3. 3) Sidang Jemaat dilaksanakan paling sedikit 2 (dua) kali dalam 1 (satu) periode.
    4. 4) Undangan pelaksanaan sidang jemaat dijalankan setelah mendapat persetujuan dari Pendeta Resort.
    5. 5) Pimpinan Jemaat mengundang peserta Sidang Jemaat paling lambat dua (2) minggu sebelum pelaksanaan Sidang Jemaat atas persetujuan Pendeta Resort.
    6. 6) Pendeta Resort mengangkat dan memberhentikan Panitia penyelenggara Sidang Jemaat HKI melalui surat ketetapan atas usul Pimpinan Jemaat.
    7. 7) Pimpinan Jemaat mempersiapkan semua bahan persidangan, dan hal-hal yang menyangkut tentang Sidang Jemaat.
    8. 8) Pimpinan Jemaat mengirimkan bahan-bahan sidang jemaat kepada anggota sidang jemaat sehingga mereka mendapat bahan-bahan itu minimal satu (1) minggu sebelum pelaksanaan sidang jemaat.
    9. 9) Sidang Jemaat dinyatakan sah apabila dihadiri lebih dari setengah jumlah anggota sidang jemaat.
    10. 10) Sidang Jemaat HKI dibuka dan ditutup oleh Pimpinan Resort.
    11. 11) Pembukaan dan penutupan sidang Jemaat diisi dengan kebaktian.
    12. 12) Untuk musyawarah mencapai mufakat dalam mengambil keputusan terbaik, Sidang jemaat dapat mengadakan sidang pleno dan sidang kelompok menurut kebutuhannya.
    13. 13) Sidang Jemaat dilaksanakan sesuai dengan Tata Tertib Rapat di HKI.
    14. 14) Mufakat dan Keputusan yang diambil di Sidang Jemaat harus diumumkan melalui warta jemaat pada minggu terdekat sesudah pelaksanaan Sidang Jemaat.

PASAL 40
PERIODE
  1. Periode di HKI lamanya lima (5) tahun.
  2. Periode dilakukan mulai dari tingkat Pusat, Daerah, Resort dan Jemaat.
  3. Periode di Daerah dilakukan dua bulan setelah periode di Pusat
  4. Periode di Resort dilakukan dua bulan setelah periode di Daerah
  5. Periode di Jemaat dilakukan satu bulan setelah periode di Resort.
  6. Ephorus, Sekretaris Jenderal, Majelis Pusat, Praeses dan BPK hanya menduduki jabatan yang sama selama dua periode berturut-turut tapi dapat dipilih kembali untuk jabatan yang sama setelah berselang satu periode.
  7. Seorang yang duduk di Majelis Daerah, Majelis Resort, Majelis Jemaat hanya dapat menduduki jabatan yang sama dua periode berturut-turut tapi dapat dipilih kembali untuk jabatan yang sama setelah berselang satu periode.
  8. Seorang Pejabat Guru Jemaat (Guru Jemaat pilihan Jemaat) hanya dapat menduduki Jabatan yang sama dua periode berturut-turut tapi dapat dipilih kembali untuk jabatan yang sama setelah berselang satu periode.


BAB XI
TATA TERTIB SYNODE, SIDANG DAN RAPAT DI HKI

PASAL 41
PENGUNDANGAN, PENGESAHAN RAPAT, KEHADIRAN DALAM RAPAT, PENGUNDURAN RAPAT.
  • a
    1. Synode, Sidang dan Rapat diadakan berdasarkan undangan yang diperbuat untuk Synode, Sidang dan Rapat tersebut.
    2. Pengundangan Synode, Sidang dan Rapat diatur sedemikian rupa sehingga semua peserta Synode, Sidang dan Rapat dapat hadir dan dapat mempersiapkan diri dengan bahan-bahan rapat.
    3. Pengundangan Synode, Sidang dan Rapat sebaiknya diumumkan di jemaat melalui warta jemaat.
    4. Synode, Sidang dan Rapat harus selalu dimulai dan diakhiri dengan kebaktian.
    5. Peserta Synode, Sidang dan Rapat yang tidak dapat hadir harus memberitahukan kepada pimpinan Synode, Sidang dan Rapat.
    6. Peserta Synode, Sidang dan Rapat harus mengisi dan menandatangani daftar hadir.
    7. Peserta Synode, Sidang dan Rapat yang telah menandatangani daftar hadir, bila ingin meninggalkan Synode, Sidang dan Rapat harus lebih dahulu memberitahukannya/permisi kepada pimpinan Synode, 
    8. Sidang dan Rapat. Synode, Sidang dan Rapat memenuhi quorum dan sah apabila telah dihadiri oleh lebih dari setengah jumlah anggota Synode, Sidang dan Rapat yang bersangkutan.
    9. Bila Synode, Sidang dan Rapat tidak memenuhi quorum maka Synode, Sidang dan Rapat harus diundurkan:
    10. Rapat unit kerja/pelayanan HKI diundurkan tujuh (7) hari.
    11. Rapat Majelis Jemaat, Majelis Resort, Majelis Daerah dapat diundurkan delapan (8) hari.
    12. Rapat Majelis Pusat diundurkan 30 hari.
    13. Sidang jemaat, sidang resort, sidang daerah dapat diundurkan dua (2) minggu.
    14. Synode dapat diundurkan 60 (enampuluh) hari.
    15. Synode, Sidang dan Rapat yang sudah diundurkan sah dan memenuhi quorum walaupun tidak dihadiri lebih dari setengah jumlah anggota yang sepatutnya hadir.
  • b. Pimpinan Rapat dan penotulenan
    1. Selain untuk memimpin rapat, sidang, sinode yang telah diatur dalam PRT ini, rapat dipimpin oleh pimpinan unit kerja yang akan mengadakan rapat.
    2. Untuk setiap rapat harus ada notulis atau perisalah yang disetujui oleh rapat yang bersangkutan.
  • c. Hal berbicara dalam rapat
    1. Anggota/peserta Synode, Sidang dan Rapat yang ingin berbicara dalam rapat harus dengan persetujuan pimpinan Synode, Sidang dan Rapat.
    2. Pembicara menyampaikan pembicaraannya harus melalui Pimpinan Synode, Sidang dan Rapat.
    3. Pembicara harus sopan dan tidak boleh menyindir orang lain dalam menyampaikan pandangannya.
    4. Pimpinan Synode, Sidang dan Rapat berhak menasehati, menegor, menyetop ataupun mengeluarkan pembicara yang melanggar tata tertib Synode, Sidang dan Rapat.
    5. Seorang yang berbicara tidak boleh diganggu.
    6. Setiap anggota tidak boleh lebih dari tiga kali berbicara tentang satu topik pembahasan.
    7. Pimpinan Synode, Sidang dan Rapat memberikan kesempatan berbicara kepada anggota Rapat sesuai dengan jumlah anggota yang memintanya dan memberikan dengan waktu yang disediakan.
    8. Peninjau dapat berbicara atas persetujuan Pimpinan Synode, Sidang dan Rapat.
    9. Anggota penasehat, peninjau dan tamu tidak mempunyai hak suara dalam hal terjadi pemungutan suara untuk mengambil keputusan.
  • d. Mengambil Keputusan Synode, Sidang dan Rapat
    1. Lama pembahasan untuk satu pokok masalah diadakan sesuai dengan jadwal yang dibutuhkan dan bila tidak selesai maka pendapat dan usul-usul pemecahan masalah disampaikan secara tertulis kepada Pimpinan Synode, Sidang dan Rapat.
    2. Keputusan diusahakan/ diambil dengan hikmat musyawarah untuk mufakat.
    3. Dalam hal tidak tercapai mufakat dalam musyawarah, maka keputusan diambil dengan pemungutan suara (voting).
      • a) Keputusan sah apabila mendapat suara terbanyak dalam pemungutan suara.
      • b) Khusus pemungutan suara yang menyangkut diri pribadi seseorang harus dilakukan dengan tertulis secara bebas dan rahasia.
      • c) Dalam hal pemungutan suara mendapat jumlah suara yang sama maka pemungutan suara diadakan sekali lagi, dan kalau ternyata masih terdapat jumlah suara yang sama, maka Pimpinan Synode, Sidang dan Rapat diberi kuasa untuk menetapkan suatu keputusan yang sah dan mengikat.

PASAL 42
TATA TERTIB PEMILIHAN
  1. Jika dalam suatu Synode, Sidang dan Rapat diadakan pemilihan, maka terlebih dahulu dibentuk suatu panitia pemilihan untuk memimpin pemilihan.
  2. Panitia Pemilihan itu dipilih oleh Synode, Sidang dan Rapat dari anggota Synode, Sidang dan Rapat.
  3. Jumlah anggota Panitia Pemilihan dan ketuanya ditentukan oleh Synode, Sidang dan Rapat yang bersangkutan.
  4. Pemungutan suara dilakukan dengan mempergunakan kertas suara yang terlebih dahulu disediakan panitia pemilihan sebelum pemilihan.
  5. Peninjau dan tamu dan anggota penasehat tidak berhak memilih.
  6. Peninjau dan tamu tidak berhak mewakili seseorang atau kelompok.
  7. Calon yang mendapat suara terbanyak dinyatakan terpilih atau menang.


PASAL 43
TATA TERTIB PELENGKAP
Untuk lebih memperkaya Tata Tertib Synode, Sidang dan Rapat, setiap Synode, Sidang dan Rapat dapat menambah Tata Tertib sesuai dengan situasi dan kondisi sepanjang tidak bertentangan dengan Tata Gereja HKI dan peraturan lainnya di HKI.


BAB XII
PELANTIKAN DAN SERAH TERIMA

PASAL 44
PELANTIKAN
  1. Ephorus, menerima jabatannya dari gereja HKI dengan pelantikan dalam satu kebaktian khusus yang dipimpin oleh seorang Pendeta yang ditunjuk oleh Sinode dari kalangan pendeta yang lebih tua dari Ephorus.
  2. Sekretaris Jenderal menerima jabatannya dari gereja HKI dengan pelantikan yang dilaksanakan oleh Ephorus dalam satu kebaktian khusus.
  3. Majelis Pusat, Badan Pemeriksa Keuangan Pusat dan Praeses menerima jabatannya dari gereja HKI dengan pelantikan yang dilaksanakan oleh Ephorus dalam satu kebaktian khusus.
  4. Pimpinan Daerah, Majelis Daerah, Badan Pemeriksa Keuangan Daerah menerima jabatannya dari gereja HKI dengan pelantikan mereka yang dilaksanakan oleh Pucuk Pimpinan dalam suatu kebaktian khusus.
  5. Pimpinan Resort, Majelis Resort, Badan Pemeriksa Keuangan Resort menerima jabatan masing-masing dari gereja HKI dengan pelantikan mereka yang dipimpin oleh Praeses dalam satu kebaktian khusus.
  6. Pimpinan Jemaat, Majelis Jemaat, Badan Pemeriksa Keuangan Jemaat menerima jabatan masing-masing dari gereja HKI dengan pelantikan yang dilaksanakan oleh Pendeta Resort dalam satu kebaktian khusus.
  7. Pengurus Lembaga, Pengurus Badan Usaha/Yayasan HKI tingkat pusat menerima jabatan masing-masing dengan pelantikan mereka yang dilaksanakan oleh Pucuk Pimpinan dalam suatu kebaktian khusus.
  8. Pengurus Lembaga, Pengurus Badan Usaha/Yayasan HKI tingkat daerah menerima jabatan masing-masing dengan pelantikan mereka yang dilaksanakan oleh Pimpinan Daerah dalam suatu kebaktian khusus.
  9. Pengurus Lembaga, Pengurus Badan Usaha/Yayasan HKI tingkat resort menerima jabatan masing-masing dengan pelantikan mereka yang dilaksanakan oleh Pimpinan Resort dalam suatu kebaktian khusus.
  10. Pengurus Lembaga, Pengurus Badan Usaha/Yayasan HKI tingkat jemaat menerima jabatan masing-masing dengan pelantikan mereka yang dilaksanakan oleh Pimpinan Jemaat dalam suatu kebaktian khusus.

PASAL 45
SERAH TERIMA
Serah terima jabatan Pucuk Pimpinan dari Pucuk Pimpinan yang lama kepada Pucuk Pimpinan yang baru diadakan segera setelah pelantikan Pucuk Pimpinan yang baru dengan dipimpin oleh Majelis Ketua Persidangan Synode di hadapan para anggota Synode, sebelum Synode ditutup.Setelah serah terima jabatan, Pucuk Pimpinan lama tidak diperbolehkan lagi mengeluarkan uang dari kas atau memindahtangankan harta kekayaan HKI tanpa persetujuan Pucuk Pimpinan yang baru.
  1. Serah terima administrasi, harta benda dan kekayaan HKI dari Pucuk Pimpinan HKI yang lama kepada Pucuk Pimpinan HKI yang baru dilaksanakan paling lambat sebulan setelah serah terima jabatan Pucuk Pimpinan diadakan, dengan dihadiri oleh anggota Majelis Pusat, Badan Pemeriksa Keuangan Pusat yang lama dan Majelis Pusat dan Badan Pemeriksa Keuangan Pusat yang baru.
  2. Serah terima Praeses, diselenggarakan dan dipimpin oleh Pucuk Pimpinan dan dihadiri oleh Majelis Daerah, Pendeta Resort dan Pendeta yang ada di daerah bersangkutan.
  3. Serah terima Pendeta Resort, diselenggarakan dan dipimpin oleh Praeses atau yang mewakilinya, dan dihadiri oleh Majelis Resort dan semua Guru Jemaat yang ada di Resort tersebut.
  4. Serah terima Guru Jemaat ataupun pejabat guru jemaat diselenggarakan dan dipimpin oleh Pendeta Resort dan dihadiri oleh anggota Majelis Resort dan semua anggota Majelis Jemaat yang ada di Jemaat tersebut.
  5. Serah terima Pengurus Lembaga, Pengurus Badan Usaha/Yayasan HKI tingkat pusat dilaksanakan oleh Pucuk Pimpinan dalam suatu kebaktian khusus.
  6. Serah terima Pengurus Lembaga, Pengurus Badan Usaha/Yayasan HKI tingkat daerah dilaksanakan oleh Pimpinan Daerah dalam suatu kebaktian khusus.
  7. Serah terima Pengurus Lembaga, Pengurus Badan Usaha/Yayasan HKI tingkat resort dilaksanakan oleh Pimpinan Resort dalam suatu kebaktian khusus.
  8. Serah terima Pengurus Lembaga, Pengurus Badan Usaha/Yayasan HKI tingkat jemaat dilaksanakan oleh Pimpinan Jemaat dalam suatu kebaktian khusus.


BAB XIII
HARTA KEKAYAAN

PASAL 46
  1. Segala harta kekayaan HKI, berupa anggota HKI, harta benda, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, uang dan surat-surat berharga, adalah satu kesatuan milik HKI yang dikelola dan dipelihara dengan baik oleh petugas yang diangkat gereja HKI sesuai dengan peraturan yang berlaku di HKI.
  2. Segala harta kekayaan HKI harus digunakan semaksimal mungkin demi pengembangan HKI.
  3. Pengalihan dan pemindahan hak atas harta kekayaan milik HKI.
    1. Yang berada dalam pengelolaan Jemaat hanya dapat dilaksanakan setelah diajukan melalui Pimpinan resort dan mendapat persetujuan dari Pucuk Pimpinan HKI.
    2. Yang berada dalam pengelolaan Resort, Daerah, Yayasan/ Badan Usaha hanya dapat dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari Pucuk Pimpinan HKI.
    3. Yang berada dalam pengelolaan Pucuk Pimpinan HKI hanya dapat dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari Majelis Pusat HKI yang didasarkan atas Keputusan Sinode.


BAB XIV
PERATURAN TAMBAHAN

PASAL 47
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Rumah tangga ini kemudian akan diatur oleh Pucuk Pimpinan dan Majelis Pusat dan tidak boleh bertentangan dengan Tata Gereja HKI (Tata Dasar, Peraturan Rumah Tangga, Hukum Siasat Gereja) dan Pengakuan Iman Percaya HKI.

Peraturan Rumah Tangga HKI ini hanya dapat diubah dan ditambah oleh dan atas permintaan minimum 2/3 dari Anggota Sinode yang hadir.


BAB XV
Aturan Peralihan dan Penutup

PASAL 48
Aturan Peralihan
  1. Segala Peraturan dan Badan-Badan sebagaimana disebut dalam Tata Gereja HKI 1993 masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diatur dalam Tata Gereja Tahun 2005 ini.
  2. Petunjuk Pelaksanaan Pasal-pasal dalam Tata Gereja Tahun 2005 ini diatur secara khusus oleh Pucuk Pimpinan HKI guna kelancaran pelaksanaannya.


PASAL 49
PENUTUP
  1. Peraturan Rumah Tangga ini disahkan pada Sinode HKI ke 57.
  2. Peraturan Rumah Tangga ini berlaku setelah pelaksanaan Sinode HKI ke 57 tahun 2005.
  3. Tata Gereja, Peraturan Rumah Tangga dan Hukum Siasat Gereja hasil Sinode Kerja tahun 1993, masih berlaku sampai Tata Gereja hasil Sinode HKI ke 57 Tahun 2005 diberlakukan.


Ditetapkan di : Sinode HKI ke 57